Terbelah. Para ilmuwan di dunia berbeda pandangan dalam melihat pandemi. Hari itu ada undangan diskusi virtual yang diselenggarakan Center for Religious and Cross Cultural Studies UGM (30/9). Temanya menarik "Pandemic or Mediademic" dengan pembicara Michael Northcott, Profesor dari Universitas Edinburgh, Skotlandia, masuk dalam wilayah Britania Raya.
Narasi diskusi terkait judul yang dipergunakan mencoba menyingkap kabut gelap dalam memperjelas kedudukan pernyataan perang melawan Covid-19. Tentu saja dengan memberikan ruang pencermatan pada pemikiran Northcott.Â
Hasilnya cukup untuk membuat kita memahami, bahwa model pemaknaan dialektik atas realitas akan selalu membawa perspektif baru dan seringkali berganda.
Pada paparan panjang yang dibawakan Northcott, sekurangnya sang profesor tergolong menjadi penentang kebijakan karantina, dan secara setengah utuh dalam menerima keberadaan pandemi sebagai sebuah kenyataan yang konkrit saat ini. Northcott menyatakan bila situasi kali ini bukanlah pandemi, melainkan sebagai infeksi lintas batas --transborder infection.
Hal itu didasarkan pada berbagai kalkulasi kematian akibat Covid-19 yang terbilang rendah, jika dibandingkan dengan berbagai penyakit lain yang telah lebih dahulu ada semisal kanker, atau bahkan bila dikomparasikan dengan jumlah tingkat mortalitas akibat kecelakaan lalu lintas.Â
Lebih jauh lagi, Northcott menggunakan data kematian dunia yang lebih dominan disebabkan karena polusi udara, lingkungan hidup yang buruk serta kekurangan nutrisi.
Dengan menggunakan premis dasar tersebut, Northcott menyebut kebijakan karantina wilayah atau lockdown justru mengakibatkan permasalahan turunan yang jauh lebih pelik, terkait dengan konsekuensi kesulitan kondisi perekonomian.Â
Karena itu, Northcott menyatakan bila kondisi saat ini, tidak bisa disebut sebagai periode perang melawan Covid-19, karena keberadaan virus itu terbilang semu dan maya.
Pandemi, menurut Northcott, adalah hasil konstruksi sosial, yang dihasilkan dalam siklus reproduksi wacana serta informasi, mengenai penularan dan ketakutan akan kematian yang diperkuat melalui peran media massa dan media sosial. Hal ini tidak hanya menciptakan terbentuknya infodemic, yakni keberlimpahan informasi yang keliru dan bohong tentang pandemi.
Situasi kekacauan informasi, menurut Northcott, lebih mengarah pada apa yang disebutnya sebagai mediademic.Â
Konstruksi ancaman psikologis publik tercipta melalui kerja media massa dan media sosial. Kekhawatiran serta ketakutan yang menyebar luas tersebut mengakibatkan kita gagal melihat esensi bahwa Covid-19 tidaklah demikian ganas seperti yang disampaikan dalam pemberitaan.