Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Do It All, and Together"

6 Agustus 2020   13:51 Diperbarui: 6 Agustus 2020   13:50 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Judul di atas, diambil dari pernyataan Tedros Adhanom, Direktur Jenderal WHO, di akun sosial media pribadinya (4/8). Dalam situasi penantian vaksin dan obat yang diharapkan menjadi solusi pamungkas pandemi Covid-19, maka langkah tindakan individu dan sosial dibutuhkan.

Dengan menggunakan kaidah ilmu kesehatan masyarakat dalam upaya pencegahan penularan wabah, pada kerangka sosial -makro, peran pemerintah menjadi penting dalam upaya melakukan pengujian -testing, pelacakan -tracing, karantina -isolating, hingga pengobatan -treating.

Sementara itu, di tingkat individu -mikro, kesadaran dan partisipasi publik untuk menggunakan masker, menjaga jarak dan kerumunan, serta mencuci tangan dengan sabun menjadi sebuah hal mutlak, sebagai protokol kesehatan perlu dilaksanakan secara disiplin.

Kedua konsep tersebut, menurut Tedros, harus dilakukan seluruhnya dan dilaksanakan secara bersama. Tindakan sosial dan individu adalah sebuah strategi berkesinambungan yang dilakukan bersamaan, bukan merupakan pilihan.

Apa yang menarik dari penyampaian Tedros? Angka kasus paparan Covid-19 di tingkat dunia telah mencapai 18.8 juta, dengan 706 ribu kematian. Sementara itu, di Indonesia terkonfirmasi sebanyak 117 ribu kasus, dengan 73.8 ribu pasien mencapai kesembuhan.

Konsekuensi Ekonomi

Secara bersamaan, situasi tekanan pandemi yang telah berlangsung sekurangnya dalam kurun waktu satu semester di 2020, sejak kasus pertamanya di Wuhan-China, belum terlihat mereda, khususnya di Indonesia. Bahkan mengalami peningkatan dari hari ke hari.

Bila kondisi ini dikaitkan dengan lansiran BPS (5/8), terkait ekspose pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal ke-II 2020, maka himpitan pandemi masih membekap wajah perekonomian domestik. Babak belur. Terjadi kontraksi. Tumbuhnya minus. Sampai minus 5.32 persen.

Jelas kondisi ini sangat berat, meski seluruh negara di dunia terdampak hal yang serupa, ekonomi global secara akumulatif tertekan dan mengkerut. Hal yang dapat dipahami, bahwa skema globalisasi menciptakan mekanisme mata rantai ekonomi, sehingga kondisi pada suatu negara akan berpengaruh pada negara lain, sesuai dengan struktur ekonominya.

Titik terangnya, ekonomi Indonesia ditopang oleh kerangka konsumsi domestik, tidak menggantungkan diri secara mutlak pada kapasitas ekspor yang dipaksa berhenti karena pembatasan serta karantina di berbagai wilayah negara tujuan. Selamat, tapi belum selamat.

Dengan kondisi tersebut, secara definitif kita memang belum masuk wilayah resesi karena syarat teknisnya dua kuartal berturut mengalami pertumbuhan negatif. Sulit pula untuk berkelit, bila kita sedang berhadapan dengan situasi krisis. Disini peran kekuasaan dalam merumuskan kebijakan menjadi vital dan signifikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun