Situasi ini mengingatkan kita pada teori kekacauan, yang dikenal sebagai efek kupu-kupu -Butterfly Effect. Seperti yang diungkap Edward Norton Lorenz, 1961, bahwa terdapat pola ketergantungan yang sensitif, perubahan kecil mampu menciptakan dampak signifikan.
Ilustrasi non linier dari kepekaan hubungan antar sistem terlihat dari kepakan sayap kupu-kupu di hutan belantara Amazon -Brazil, secara teori bahkan dapat menghasilkan tornado di Texas beberapa bulan kemudian.
Manusia yang hanya berorientasi pada dirinya sendiri, akan jatuh pada kegagalan dalam merefleksikan dirinya dalam keseimbangan ekosistem. Bahwa tata kehidupan manusia akan bersifat resiprokal dalam hubungan timbal balik.
Teknologi Antroposen
Pada gilirannya, umat manusia yang sempit dalam memandang keluasan hubungan dalam ekosistem kehidupan di alam, kemudian melihat bumi menjadi sudah tidak layak dihuni. Imajinasi selanjutnya adalah tentang penjelajahan angkasa.
Misi roket ulang alik dalam pencarian lahan baru bagi kehidupan komunal di planet lain, mulai menghinggapi. Respon terbalik dari panggilan untuk segera membenahi format kehidupan baru, dalam mengoptimalisasi daya dukung bumi, bagi kehidupan manusia secara berkelanjutan.
Istilah antroposen diperkenalkan, sebagai gagasan tentang pengaruh global dari aktivitas kehidupan manusia, terhadap dampaknya pada ekosistem bumi. Hal ini harus mulai dipelajari secara serius dan berubah menjadi sebuah kesadaran dan tata nilai baru.
Manusia dengan kemajuan modernitas dan pembangunan yang dilakukan secara eksploitatif, sesungguhnya tengah mentransaksikan seluruh perolehan hari ini dengan masa depan, yang akan ditanggung oleh generasi selanjutnya. Bekal kesadaran tersebut kiranya yang membentuk ketangguhan semacam Greta Thunberg.
Sesungguhnya, masih ada titik terang dari kemelut ancaman lingkungan, sebagaimana David jelaskan dalam bukunya sebagai sarana mencari solusi bersama, yakni kehadiran teknologi yang dimaknai sebagai perangkat pendukung kehidupan.
Teknologi menjadi medium peradaban manusia. Tentu hal tersebut, akan sangat bergantung pada bagaimana manusia sebagai pengguna teknologi mempergunakannya dalam mencapai tujuan akhir yang lebih besar, yakni mempertahankan eksistensi kehidupan manusia itu sendiri.
Pertanyaannya, mungkinkah fungsi etik akan mampu berlaku sebagai nilai dasar penggunaan teknologi? Disitu letak tantangan kemanusiaan dimulai. Abad digital saat ini memperlihatkan wajah gelap teknologi dengan kebohongan dan kepalsuan yang merajalela, kita perlu berbenah.