Karena itu para pemimpin harus memiliki ketajaman dalam melihat masalah, mempergunakan data valid serta spesifik untuk menganalisis dampak, hingga membuat perencanaan strategi, termasuk memastikan eksekusi sekaligus evaluasi dinamis dari kerja yang dilakukan.
Menuju Reshuffle?
Pernyataan marah Presiden, bisa dipahami dalam dua sisi, (i) mendorong percepatan proses implementasi program yang telah disusun sebelumnya, atau (ii) menyatakan bahwa otorisasi tindakan telah terdelegasi kepada unit teknis di jajaran kementerian dalam kabinet.
Meski menyatakan Presiden mempertaruhkan seluruh reputasi politiknya, maka pandemi memang menjadi ajang pembuktian bagi kekuasaan untuk bekerja secara utuh bagi kepentingan publik dan tidak hanya menyoal mengenai aspek politik kekuasaan semata.Â
Memastikan bahwa kerja pemerintah di periode keduanya, memang tidak memiliki beban, selain melayani kepentingan publik itu sendiri.
Lebih jauh lagi, kinerja dari tim kabinet sesungguhnya adalah representasi kerja Presiden, karena para menteri bertindak sebagai pembantu kepentingan kerja Presiden.Â
Pembentukan kabinet adalah hak prerogatif Presiden, meski menempuh jalur kompromi dan akomodasi antara seluruh kekuatan politik, itulah wajah Presiden.
Apakah mekanisme punishment dengan menyebut opsi reshuffle akan dilakukan? Ataukah sebatas retorika untuk menyampaikan bahasa simbolik soal keseriusan kerja pemerintah? Apakah Presiden telah menghitung langkahnya dalam waktu dekat? Publik hanya bisa menebak, tetapi kekuasaan pula yang memutuskan.
Kita tentu memahami, dalam teori dramaturgi Erving Goffman tentang komunikasi politik tidak ubahnya drama, bak pementasan lakon watak pada panggung pertunjukan, dan pada kondisi tersebut, kita mengenal panggung depan -front stage sebagai hal-hal yang tampil ke permukaan penonton, tetapi ada ruang panggung belakang -back stage yang menjadi ruang gelap dari jangkauan perhatian para penonton, serta hanya dipahami oleh para aktor politik itu sendiri.
Hanya waktu yang akan menjawab sekaligus memperlihatkan keseriusan kerja pemerintah cum Presiden, yang mendapatkan legitimasi untuk mengurusi kebutuhan publik yang semakin pelik di masa pandemi. Kita menanti apa yang akan menjadi langkah selanjutnya.
Marah adalah sebuah pernyataan. Pemimpin yang selalu marah memiliki kelemahan dalam pengelolaan serta pengendalian diri. Disamping itu pemimpin yang tidak pernah marah, akan cenderung bersikap abai dan acuh pada kinerja yang buruk.Â
Kali ini, kemarahan harus memiliki makna sebagai sebuah kebijakan, bila mampu dibingkai dalam konteks perubahan, menuju perbaikan setelahnya.