Segera, dalam tempo sesingkat-singkatnya. Begitu kutip bunyi teks proklamasi. Kedaruratan berkaitan dengan keharusan percepatan. Pengambilan keputusan adalah esensi kepemimpinan.
Sebuah keputusan perlu dilihat dan dipertimbangkan terkait dengan lingkup situasinya. Intisari kekuasaan adalah kebijakan. Didalamnya keputusan diambil berdasar latar masalah yang dihadapi.
Pertanyaannya, apakah sebuah keputusan akan mampu memenuhi dan memuat semua kepentingan? Bisa saja, tetapi perlu ada penetapan prioritas.Â
Kita kembali ke basis pelajaran manajemen, daftar masalah dan keinginan sifatnya tidak terhingga, sementara sumberdaya yang dimiliki untuk menyelesaikannya terbatas, maka susun daftar peringkat, mulai dari hal yang paling penting.
Keputusan diharapkan cepat dan tepat. Dalam aspek manajerial dimaknai efektif dan efisien. Meski keputusan telah diambil, tetapi masih ada ruang koreksi, yang menjadi sarana evaluasi kebijakan.
Karena itu, sebuah keputusan yang kemudian diterjemahkan sebagai kebijakan, bisa direvisi, serta dikoreksi. Konsekuensi dari kelambanan pengambilan keputusan adalah situasi kekosongan arah, menciptakan ketidakpastian. Terdapat risiko disana.
Sikap Kebijaksanaan
Makna dari sebuah kebijakan, adalah memastikan terciptanya keadilan, serta melindungi hak publik. Bagaimana bila masyarakat majemuk? Pengambilan keputusan didasarkan pada kebermanfaatan meluas.
Kekuasaan itu elemen dasarnya adalah mempengaruhi. Bertrand Russell, 1938 dalam Kekuasaan: Sebuah Analisis Sosial dan Politik, mengungkapkan hal tersebut.
Legitimasi atas kekuasaan -power, ada dalam kewenangan -authority untuk melakukan pengaturan. Saat keputusan tidak mampu segera diambil, ada harga yang harus dibayar. Konsekuensinya bisa dikalkulasi sebagai opportunity loss.
Meski kebijakan bukan sekedar soal untung rugi, tetapi nilai kerugian itu pula yang menjadi tanggungan publik. Para pemimpin pemegang kuasa memiliki tanggung jawab di pundaknya.