Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Buzzer Bersatu, Tak Bisa Disalahkan!

6 Oktober 2019   17:46 Diperbarui: 11 Oktober 2019   02:07 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: technologue.id

Sesuai laporan Oxford, format yang dipergunakan untuk melakukan manipulasi informasi, adalah dengan penciptaan konten palsu, mengamplifikasi konten tersebut, hingga me-report konten berlawanan secara massif. Pekerjaan itu bisa dilakukan melalui agensi tangan kekuasaan, partai politik hingga masyarakat sipil.

Tujuan dari berbagai aktivitas informasi yang menyesatkan tersebut diarahkan untuk menyebarkan informasi yang pro-pemerintah atau selaras kepentingan partai. Selain itu, dipergunakan untuk menyerang kubu oposisi, termasuk mengalihkan perhatian publik dari pelbagai isu kritis.

Pada tingkat yang membahayakan dapat menstimulasi polarisasi sosial, diantaranya untuk menekan partisipasi publik, termasuk dengan melakukan pelecehan personal individu atau kelompok lain yang berbeda pendapat.

Buzzer dan Media Mainstream

Ruang digital memang menghadirkan efek echo chamber sebagaimana ruang gema dengan memiliki kemampuan untuk memperbesar efek paparan informasi. Keberlimpahan informasi di dunia maya menciptakan kebingungan publik sebagai audiens.

Dalam situasi tersebut, algoritma dari platform media sosial juga membentuk filter bubble yang memerangkap kita untuk informasi sejenis yang kita sukai, dan hal itu akan terpapar langsung pada news feed sosial media kita. Ketika media mainstream bertindak partisan, buzzer memperoleh kesempatan setara di jagat digital.

Apakah mereka memperoleh bayaran? Entahlah, tetapi secara temporal dalam laporan Oxford terbilang biaya kerjanya di Indonesia dapat menghabiskan budget operasional hingga 50 miliar rupiah. Tentu ada pula elemen fans politik yang bersifat sukarela dan sangat militan dalam hal itu, tidak bisa dipungkiri memang ada.

Kelompok ini menjadi garda terdepan pembela kekuasaan. Dari barisan pengagum, simpatisan hingga loyalis yang fanatik. Bertindak serta berperan dari sebelumnya identik sebagai supporter layaknya fans club, kemudian berperilaku menjadi hooligans. 

Siap bertempur dengan mereka yang tidak sependapat. Terlebih dalam posisi mendapat kemenangan. Perlakuan hukum yang seolah berpihak dan tidak setimbang, juga semakin memperkuat keyakinan kelompok ini. 

Sebagian diantaranya merupakan mantan jurnalis, bahkan mengolok-olok media mainstream, karena sesungguhnya peran media mainstream juga tipikal dengan buzzer untuk kepentingan ekonomi politiknya. 

Bahkan para pendengung, menjadi pelindung aktif kekuasaan manakala partai-partai politik terlihat cuci tangan dan vakum dari urusan isu-isu publik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun