Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menatap Misteri Politik

17 Juni 2019   10:13 Diperbarui: 17 Juni 2019   10:24 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Fakta sejarah yang telah lewat, tersebar dalam berbagai bukti dokumen, bisa sangat bebas tafsir. Namun yang pasti pemenang sejarah memiliki kemampuan untuk menghapus masa lalu, mengontrol kognisi publik dan menciptakan titik sentral yang baru. Sejarah menjadi proyeksi atas kekuasaan, itu hukum besinya. Suara berbeda adalah keriuhan minor.

Hal tersebut selalu berulang, bahkan kala Orde Baru tergulung desakan reformasi pada periode 1998. Maka periode stabilitas pembangunan atas nama Pancasila dimaknai secara peyoratif dalam asosiasi benak publik tentang Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Waktu berputar dan terus berjalan.

Politik Bermisteri

Di dunia Politik, akan selalu ada ruang dan celah tafsir berbeda. Disitu pula dinamika terjadi. Maka cerita tentang "makar" dan hasil Pemilu 2019, perlu dengan sangat perlahan disusun dalam bentuk yang rigid. Memahami ketidakpuasan, konstruksi people power dan kemungkinan tindakan subversif perlu jejalin bukti yang solid.

Kita perlu bersyukur persoalan huru-hara 21-22 Mei lalu tidak meluas. Tetapi meletakkan pondasi kerusuhan tersebut dalam bingkai makar juga bukan hal mudah. Sekali lagi, politik memiliki ruang misteri, tidak hanya gelap tanpa cahaya tetapi juga abu-abu dalam tafsir yang berbeda.

Pertanyaan yang merebak juga tidak kalah banyaknya? Siapa aktor utamanya? Apa tujuannya? Mengapa respon hukum begitu cepat disimpulkan? Publik berhak mengajukan tesisnya masing-masing. Teori konspirasi selalu menarik untuk dibahas dan direka-reka, meski teramat sulit diungkapkan.

Dalam konteks persoalan hukum, maka penuntasan dan pembuktian hukum yang berkeadilan perlu ditegakkan. Tetapi kita tentu berharap, dengan begitu banyak pengalaman kesejarahan kita, jangan sampai momentum kali ini justru menjadi wilayah dominasi baru para pemenang atas mereka yang terkalahkan.

Demokrasi yang kuat, hanya terbangun melalui proses kalah-menang berkemajuan. Bukan sebagaimana pepatah, "Menang jadi Arang, Kalah jadi Abu". Mampu dan maukah kita? Sejarah bak roda berputar, tafsirnya menurut pada arah mata angin berhembus, dan hanya sang waktu yang akan membuktikan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun