Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Wajah Lebam dan Deception Theory

4 Oktober 2018   11:07 Diperbarui: 4 Oktober 2018   18:06 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Terkecoh! Tipudaya itu menipu sekaligus memperdaya tidak hanya lawan tetapi juga kawan. Wajah yang lebam itu, adalah wajah politik kita hari ini. Dalam ilmu komunikasi, kebohongan diteliti sebagai objek akademik, dan dirumuskan melalui sebuah teori yang dikenal sebagai interpersonal deception -kebohongan antar pribadi. Pada kajian yang actual, cakupan sasaran yang luas mengembangkan tinjauan teoritik tersebut menjadi mass deception.

Apa maknanya mempelajari kebohongan? Tentu saja agar kita tidak mudah terperangkap dalam situasi manipulatif, dan memiliki kesadaran untuk memutuskan rantai kebohongan. Secara alamiah, setiap individu pernah melakukan kebohongan, dengan berbagai dalih dan tujuan. Pembeda antara satu dan yang lainnya adalah tingkat kekerapan berbohong dan lingkup eskalasi kebohongannya.

Sekalilagi, tulisan ini tidak hendak menebak motif dari alasan berbohong seseorang. Tetapi memberikan uraian atas kerangka konstruksi terjadinya kebohongan itu sendiri. Kasus yang sempat menghebohkan terkait keohongan ini, kini telah masuk ke ranah politik, bahkan menjadi pembicaraan khalayak ramai. Apapun hasilnya, penegakan hukum sebaiknya dilaksanakan.

Pelajaran penting dari kasus tersebut adalah, kita akan dengan mudah masuk dalam jebakan kebohongan bukan oleh orang lain, melainkan oleh orang-orang terdekat yang kita kenal dan berada dekat disekitar kita. Jika kecurigaan berasosiasi dengan sikap negatif tentu saja sebaiknya dihindari, lebih tepat menyebut kewaspadaan dengan perlekatan positif sebagai bentuk kehati-hatian.

Dalam ilmu sumberdaya manusia, kita mengenal bias penilaian yang disebut sebagai "hello effect", disebutkan bahwa kita akan cenderung berasumsi positif dan terasosiasi sangat kuat dengan parapihak yang kerap menyambut kita dan memberikan sapaan secara berulang kali, pun termasuk pada orang dilingkungan dimana kita beraktifitas yang paling sering menyapa "hello" setiap pagi.

Dampak turunan dari bias penilaian itu adalah kita akan menjadi berlaku subjektif dan merasa mengenal dengan baik orang yang selalu berucap "hello" tersebut, padahal bisa jadi hal itu hanyalah sebuah kebiasaan, tanpa tendensi tertentu yang terkait dengan aspek perilaku individu tersebut. Kembali kepada aspek deception theory, kebohongan antar pribadi terjadi karena komunikasi berlangsung melalui dialog dua arah -dyadic, dialogic, dalam keterhubungan yang dekat -relations.

Bentuk kebohongannya bisa berupa pemalsuan fakta -falsification, menyebunyikan kebenaran -concealment hingga mengaburkan data -equivocation. Siapapun bisa bertindak sebagai sumber maupun penerima kebohongan tersebut. Dalam hal ini, kebohongan ditandai dengan upaya manipulasi perilaku -gesture dan ekspresi. Ada aspek drama disana, dengan penggunaan peran dan wajah.  

Pada kasus wajah lebam dan kebohongan publik -mass deception, amplifikasi media dan situasional kejadian menciptakan dampak yang meluas. Tentu tidak bisa dibayangkan bila sang figur mempertaruhkan kredibilitasnya, hanya untuk mendapatkan publisitas sekaligus melakukan harakiri atas profil individu itu sendiri. Permohonan maaf dapat diterima, tetapi akan sulit dilupakan.

Produsen dan Konsumen Kebohongan

Peristiwa ini jelas mencoreng wajah kubu oposisi yang kontra terhadap pemerintah, disaat yang bersamaan menjadi sentiment yang baik untuk dikelola pihak petahana untuk mendapatkan image positive. Kemampuan aparat kepolisian untuk melakukan pembuktian, dalam waktu yang sangat singkat patut diapresiasi. Kita tentu berharap, situasi yang sama dapat ditunjukan secara konsisten oleh institusi penjaga keamanan negara itu.

Mandeknya kasus Novel Baswedan dan berbagai persekusi yang terjadi, sebaiknya juga dapat ditindaklanjuti, dengan ataupun tanpa adanya pengaduan sekalipun, sama halnya seperti kecepatan dalam penanganan soal kasus wajah lebam kali ini. Jangan sampai kemudian timbul persepsi bahwa instrumen negara dipergunakan hanya untuk membungkam lawan politik.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun