Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Meniti Jalur Pemimpin di Tahun Politik

1 Oktober 2018   02:43 Diperbarui: 2 Oktober 2018   13:05 2010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dipersimpangan jalan. Pada proses pemilu yang menjelang, arah demokrasi kita ditempatkan dalam ruang tunggu. Resolusi yang akan dimunculkan nantinya adalah kepemimpinan nasional, yang tentu harus kita tunggu hasilnya, sampai pada berakhirnya pesta demokrasi itu berlangsung. 

Namun diperlukan penguatan basis pemahaman kita, atas makna kepemimpinan dan hal-hal yang terkait dengan rasionalitas memilih, agar hasil terbaik dapat diperoleh secara bersama.

Pertama-tama, kita harus mengerti bahwa kepemimpinan adalah bentuk dari tindakan seorang pemimpin. Sementara itu, pemimpin sendiri adalah individu yang diberikan mandat serta kuasa, untuk memimpin. Jelas dibutuhkan kriteria dasar bagi seseorang untuk dapat menjadi pemimpin, diantaranya memiliki gagasan besar arah dan tujuan, serta mampu menterjemahkan arah serta tersebut melalui tindakan praktis. 

Bagi seorang pemimpin, dibutuhkan kecerdasan pikiran dan mental, termasuk akal sehat sebagai sarana penjaga keseimbangan pemimpin. Dengan demikian, pemimpin tidak hanya akan mampu mengurai masalah semata, tetapi sekaligus mampu menawarkan solusi sebagai jalan keluar. 

Pada seorang pemimpin, diletakkan keutamaan yang bersifat lebih daripada yang dipimpinnya, tentu karena itu pula mereka yang akhirnya terpilih menjadi pemimpin.

Kepemimpinan di era modern, tidak lagi merujuk individu, meski figur personal ditampilkan, tetapi sesungguhnya bentuk kepemimpinan adalah hasil elaborasi kerja dan pemikiran dari perangkat sistem pendukung dibalik sosok pemimpin itu sendiri. 

Karena kehidupan kita semakin kompleks, penuh dengan kerumitan tingkat tinggi, dan hampir mustahil seorang individu memiliki kemampuan mumpuni disemua bidang kehidupan. Tersebab hal itu pula nantinya, dalam lingkar kepemimpinan akan terdapat para ahli yang ikut berperan.

Perkembangan dari sistem kehidupan manusia, berjalan seiring dengan spesialisasi keahlian, dengan demikian peran ahli atau ilmuwan menjadi signifikan dalam membantu pemimpin. Meski demikian, titik kunci akhirnya tetaplah berada pada sang pemimpin. 

Hingga pada tahap final untuk pembahasan persoalan kehidupan masyarakat, pemimpin akan mengambil peran utama dalam pengambilan kebijakan dengan mempertimbangkan semua aspek masukan dan kajian terkait.

Diperiode penentuan, seorang pemimpin harus menunjukan posisi yang prima, kewarasan berpikir dalam memutuskan pilhan kebijakan, dengan menimbang arah kemajuan adalah hal mutlak. 

Fase konsultasi sudah pamungkas, pemimpin kemudian didudukkan pada pilihan yang tersedia bersama dengan konsekuensinya, titik kritikal ini adalah ujian nyata bagi kepemimpinan. Sekalilagi, pemimpin tidak berbicara tentang kemewahan yang diperolehnya, melainkan menyoal tugas dan tanggungjawab yang mahaberat dipundaknya.

Relasi dari yang Dipimpin

Agaknya perlu dilakukan demistifikasi kursi pemimpin dan kepemimpinan. Karena di alam demokrasi, sirkulasi atas pemimpin adalah indikator dari kesehatan dalam kehidupan bermasyarakat. 

Tersebut juga, tentang kebebasan bersuara, sebagai bentuk upaya kritik yang kritis atas pemimpin selaku penguasa. Sehingga, kursi pemimpin tidak menjadi antikritik dan berbalik dari tujuan kehidupan bersama, justru harus selalu diingatkan agar tidak berubah watak seolah menjadi raja lalim yang perlu disembah.

Perlu juga diketahui, relasi antara pemimpin dan pihak yang dipimpinnya, yakni publik. Terdapat beberapa model keterhubungan, pertama; pemimpin kuat-publik kuat, bisa jadi kepemimpinan terjadi akibat proses kudeta, dengan demikian potensi konflik dan chaotik tinggi. Kedua; pemimpin kuat-publik lemah, sehingga membuat kepemimpinan berlangsung dalam nuansa otoriter bertangan besi.

Bentuk Ketiga; pemimpin lemah-publik kuat, terjadi ketika periode krisis, dimana pemimpin kehilangan dukungan dan legitimasi. Dibagian Keempat; pemimpin lemah-publik lemah, hal ini menjurus kepada kemungkinan menjadi negara gagal karena seluruh elemen bernegara yang tidak mampu mengukuhkan tujuan serta kepentingan bersama lagi. Lalu bagaimana yang seharusnya?.

Pola keterhubungan pemimpin dan yang dipimpin tidak boleh bersifat zero sum game, dalam orientasi win-lose alias kalah menang. Pemimpin beserta publik harus membentuk relasi positive sum game, yakni hubungan win-win, yaitu kemenangan kepemimpinan terwujud melalui kemenangan hak-hak publik. 

Begitupula sebaliknya, kemenangan bagi isu dan kepentingan publik sudah tentu menjadi basis yang akan mendukung kesuksesan pemimpin. Dimana posisi kita saat ini? Silahkan Anda nilai.

Jebakan Kepemimpinan

Perlu waspada, kepemimpinan kerap jatuh dalam perangkap narsistik sehingga jauh dari harapan publik. Khususnya pada tipikal kepemimpinan kharismatik, dengan asumsi bahwa pemimpin tidak mungkin melakukan tindakan yang salah. 

Jebakan pemujaan, membuat pemimpin seolah sempurna tanpa cela dan cacat kerapkali datang dari sikap loyal para pendukung fanatik. Hal ini, sangat memungkinkan pemimpin kemudian bertindak dengan gegabah.

Pada banyak kasus kepemimpinan dunia, kita melihat bagaimana seorang pemimpin dipuja-puji pada awal periode kepemimpinan, hingga akhirnya digulingkan setelah pesta dan tepuk tangan berakhir. Studi kasus populer orde lama dan orde baru menarik dikaji dan dilihat dari sudut pandang kepemimpinan nasional dan perubahan karakter kekuasaan.

Pun demikian halnya dengan pemimpin populis, yang membangun struktur disekelilingnya dengan berbagai program populer. Karena popularitas akan selalu menjadi bekal sebagai modal keterpilihan. 

Perlu peran publik untuk memastikan seluruh kerangka program populis tersebut, tidak berakhir sekedar menjadi gugus wacana, atau bahkan sebagai usulan program tanpa realisasi nyata yang memiliki dampak bagi kebaikan publik. 

Orientasi pemimpin dan kepemimpinan seharusnya ditempatkan dalam bentuk transformasional, menciptakan ruang publik yang memastikan hak-hak publik terpenuhi, membangun emansipasi termasuk didalamnya partisipasi. 

Perlu kembali diingatkan, pada proses pemilihan politik kali ini, maka dibutuhkan nalar yang sangat kuat, baik bagi calon pemimpin maupun calon pemilih. Selamat memutuskan!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun