Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kelenger Filsafat Hempel

20 Mei 2018   22:51 Diperbarui: 20 Mei 2018   23:02 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sebagai pemula dibidang filsafat, maka saya sungguh kelenger ketika diwajibkan membaca Carl G Hempel. Penjelasan filsafat ilmu alam itu nampak begitu rumit bin njelimet dalam urutan cara berpikir saya. Maklum saja, konsepsi logika acak abstrak, agak bertabrakan dengan metode berpikir saya yang lebih mekanistik.

Secara samar beberapa catatan dibuat, meski tidak sepenuhnya dipahami. Beberapa istilah dikemukakan, nomologis deduktif, probabilitas, reduksi dan paradoks gagak mungkin menjadi gagasan utamanya.

Hempel memiliki basis ilmu matematika yang sama kuatnya dengan latar filsafatnya. Tidak heran, pendekatan filsafatnya akan ilmu alam begitu lengket dengan pemahaman matematis.

Meski begitu, Hempel justru mencoba melakukan dekonstruksi pendekatan induktif dalam melakukan pembuktian kebenaran. Mekanisme induktif dengan generalisasi, menurut Hempel tidak sepenuhnya tepat dan dapat menggambarkan penjelasan atas bukti fakta empirik.

Maka kemudian Hempel merumuskan nomologis deduktif, yang menjadi hukum menyeluruh. Dimana Hempel berpendapat, upaya menjelaskan fenomena tetap akan dimulai dengan hukum umum yang diboboti fakta partikular, sehingga mendapatkan kesimpulan yang mampu menjelaskan.

Secara formulatif, gagasan Hempel dapat dinotasikan sebagai: Hukum Umum + Fakta Partikular = Kesimpulan yang menjelaskan.

Dengan demikian, nomologis deduktif, dianggap sebagai alternatif solusi dari pendekatan induktif. Dikenal sebagai Covering Law. Pada upaya menjelaskan nomologi deduktif, Hempel menyebutkan korelasinya dengan probabilitas, sesuatu yang kemudian akan dipahami sebagai Raven's Paradox.

Bahwa mengikuti logika dalam contoh burung gagak hitam, akan membawa kita pada pemahaman gagalnya generalisasi induktif. Dengan penjelasan berikut:

Jika semua burung gagak hitam, dan hasil sampel atas populasi dinyatakan demikian, maka konklusi bila seluruh burung gagak berwarna hitam mengandung kesalahan.

Secara empirik, gen albino gagak diturunkan melalui warisan genetik kepada tiap telur yang ditetaskan. Sehingga terdapat probabilitas gagak albino yang bisa jadi tidak dapat ditemui melalui pendekatan pengamatan langsung meski menggunakan azas ketaatan statistik.

Dengan demikian, statement semua gagak berwarna hitam mengandung kecacatan kesimpulan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun