Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Lagi-lagi Soal Keterlambatan! Nasib Klaim Tagihan JKN

18 Februari 2018   16:30 Diperbarui: 18 Februari 2018   16:38 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Berulang! Bak kaset kusut lagu lama. Cerita tentang keterlambatan klaim BPJS Kesehatan, masih menjadi persoalan yang sama dan repetitif. Miskalkulasi layanan, berbuah pada kondisi deficit, yang mengakibatkan tersendatnya pemberian layanan.

Cerita seperti ini, selalu sama. Beritanya luput dari sorotan media massa. Maklum saja, tahun politik menyedot perhatian lebih besar. Sementara, soal hajat publik dibidang kesehatan, hanya menjadi pelengkap program. Padahal ada korelasi nyata antara kesehatan, produktifitas dan kemajuan bangsa.

Pernyataan yang telah mengemuka, adalah kepastian tidak ada kenaikan tarif premi. Sesuatu yang popular, tetapi tidak memberi ruang solusi dari realita kondisi defisit BPJS Kesehatan. Bahkan pada penangkapan KPK beberapa waktu terakhir, dana kapitasi puskesmas dipotong untuk jadi setoran pejabat daerah, mungkinkah dilevel lebih tinggi terjadi?. Semoga tidak!.

Evaluasi tentang program ideal kesehatan nasional ini berulang pula dikemukakan, namun tidak tuntas, serta tidak kunjung beroleh penyelesaian pasti. Pengambilan keputusan jangka pendek, mengambil tambalan kas negara adalah final pada bagian ujung, tidak antisipatif.

Pada eksekusi program ideal, sebaiknya kondisi yang diciptakan pun ideal bagi penerima layanan, pemberi layanan dan operator penyelenggara.

Pertama: penyelengara diharuskan membuat langkah kerja dalam berbagai skenario. Kalkulasi pembiayaan program harus bisa didekati secara lebih presisi, sehingga cerita tentang "besar pasak daripada tiang" tidak selalu berulang.

Kedua: pemberi layanan diberikan kewenangan untuk bernegosiasi secara adil dan terbuka tentang nilai jasa pelayanan. Hal ini dibutuhkan agar pemberi layanan, khususnya swasta, dapat memberikan layanan paripurna tanpa harus disibukan dengan urusan "perhitungan".

Ketiga: penerima layanan dimudahkan dalam akses layanan kesehatan, menghindari cerita membludaknya antrian dan kegagalan dalam penanganan kasus kritis. Disamping itu, penerima layanan harus memiliki komitmen, pada upaya menjaga perilaku hidup sehat.

Problem kesehatan adalah isu publik, karena itu adalah hajat dasar manusia, maka harus terdapat kepastian yang menjamin seluruh ekosistem pada layanan kesehatan nasional tersebut mendapatkan perlakukan seimbang dan setara, bukan pelengkap penderita.

Terlebih program ini, akan menjadi sebuah hal yang bersifat mengikat seluruh warga negara, jangan sampai ada hak yang diabaikan, ketika tanggungjawab telah usai dilaksanakan. Termasuk soal kepastian bayar tagihan, atas klaim layanan dari pemberi layanan.

Selama ini, BPJS Kesehatan berulangkali menyampaikan perlunya sebuah institusi layanan kesehatan memiliki modal kerja yang cukup dalam mengantisipasi keterlambatan bayar. Pernyataan seperti ini, jelas mengandung berbagai konsekuensi;

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun