Akhir tahun memang periode tersibuk. Ditengah berbagai isu yang hangat dimasyarakat, baik problem domestik maupun internasional, terselip berita tentang persiapan revisi peraturan pemerintah bagi implementasi Jaminan Kesehatan Nasional.
Fokus penajaman dalam aturan JKN dikemudian hari adalah tentang sistem rujukan, tambahan biaya (cost sharing), tindakan yang tidak diharapkan (moral hazard), hingga komitmen pemerintah daerah, cukai rokok, termasuk dana talangan dan mekanisme pengembalian, plus pola strategic purchasing.
Keseluruhan point revisi tersebut, diharapkan dapat melengkapi peraturan yang telah ada sebelumnya. Tujuannya tentu sangat mulia, agar tidak terjadi salah tafsir pada tahap implementasi yang mengganggu pelayanan.
Setelah sebelumnya berkutat pada persoalan defisit pembiayaan program JKN, tentu berbagai strategi perlu dikembangkan guna mengatasi persoalan tersebut. Bila kemudian dilihat aspek revisi yang hendak diterjemahkan, setidaknya hampir seluruh sisi telah tersentuh.
Problemnya, kita belum masuk benar-benar mendalam. Aspek layanan dalam konsep JKN menempatan kesetimbangan relasi triangle, diantaranya Operator & Regulator(BPJS Kesehatan), Provider(institusi kesehatan) dan End User (peserta), maka disinilah titik fokusnya.
Tidak bisa dipungkiri, bila revisi aturan JKN kali ini akan sangat terkait dengan tema besar yakni defisit keuangan BPJS Kesehatan, yang terus merangkak naik. Berkaca dari pengalaman sebelumnya, pokok evaluasi atas pembiayaan pengelolaan sudah harus bersifat antisipatif.
Kegagalan proyeksi program JKN ditahap yang paling awal, adalah ketidakmampuan dalam perencanaan. Skema optimistik dikembangkan, tanpa memperhitungkan aspek riil. Dana talangan pemerintah, selalu diharapkan menjadi tambalan dalam kondisi kritikal. Â
Kalkulasi pembiayaan dalam anggaran sebuah program nasional, sudah seharusnya bersifat detail dan disertai dengan mitigasi risiko. Bersikap konservatif dan moderat dalam pola pembiayaan program, tentu lebih baik, ketimbang berlaku optimistik tanpa dasar.
Program besar ini, nantinya akan melibatkan seluruh penduduk pada 2019, maka bayangkan besaran nilai kelolaannya. Ketika mampu diolah dengan taat azas, penuh kehati-hatian (prudent) tentu akan memberi manfaat yang banyak, terlebih dalam format asuransi sosial gotong-royong.
Curang, Curang dan Curang!
Prinsip utama dalam membangun relasi yang sinergis dan positif, adalah terpenuhinya sikap saling percaya (trust). Sulit rasanya, kita dapat bekerjasama bila kemudian tidak terbentuk mutual trust diantara parapihak terkait, khususnya pada triangle stakeholderJKN.