Musim mendaki biasanya dimulai setelah awan mendung lama tak nampak pada langit bumi Jawa Timur. Umumnya Bulan Juli.
Rombongan kami total berjumlah 18 orang. 11 laki-laki dan 7 perempuan. Kami berangkat dengan mengendarakan sepeda motor. 9 motor, 2 motor kopling, sisanya bebek (sebaiknya usahakan menggunakan motor kopling). Masing-masing membonceng satu kawan ditambah carrier.
Kami mulai berangkat jam 8 pagi dari rumah salah satu kawan yang kebetulan kera asli ngalam di daerah Bunulrejo, Kecamatan Blimbing.Â
Perjalanan kami tempuh dalam tempo kurang lebih 3 jam. Dari Bunulrejo menuju Sawojajar, lanjut ke Jl. Madyopuro. Terus meluncur ke arah Timur sampai pasar Tumpang. Dari Tumpang, jalan mulai menanjak melewati Desa Gubuklakah sampai ke Desa paling dekat dengan Gunung Semeru, Ranu Pani.
Ranu sebenarnya adalah bahasa setempat untuk danau. Total ada tiga danau yang berada di kawasan TNBTS. Ranu Pani yang merupakan pintu masuk pendakian, Ranu Regulo, dan tentu yang paling terkenal dengan Tanjakan Cinta-nya, Ranu Kumbolo.
Motor kami parkir di Desa Ranu Pani. Biayanya Rp 5.000 per motor per hari. Antrian cukup panjang di loket pendaftaran. Ternyata listrik mati! Satu desa! Alamak! Padahal ada dokumen yang harus difotokopi. Alhasil para calon pendaki terlantar sementara menunggu datangnya listrik.
Sembari menunggu, saya membeli nasi bungkus. Isi tahu, tempe, telur. Harga cukup Rp 10.000. Lumayan. Kebetulan jam juga sudah menunjukkan pukul 12 siang yang artinya..
Sudah masuk duhur.
Dan waktu makan siang.
Sehabis makan saya sholat sambil berdoa supaya peradaban (baca:listrik) kembali datang ke Desa setinggi 2.000 mdpl ini.
Alhamdulillah. Listrik betul nyala lagi.