Mohon tunggu...
Yudaningsih
Yudaningsih Mohon Tunggu... Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan, Politik dan Keterbukaan Informasi Publik

Akademisi dan aktivis keterbukaan informasi publik. Tenaga Ahli Komisi Informasi (KI) Prov Jabar, mantan Komisioner KPU Kab Bandung dan KI Prov Jabar. Dosen, alumni IAIN Bandung dan S2 IKom Unpad ini juga seorang mediator bersertifikat, legal drafter dan penulis di media lokal dan nasional. Aktif di ICMI, Muhammadiyah, dan 'Aisyiyah. Menulis sebagai bentuk advokasi literasi kritis terhadap amnesia sosial, kontrol publik, dan komitmen terhadap transparansi, partisipasi publik, dan demokrasi yang substantif.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Rekrutmen Bukan Ajang Saling Menang: Saat HRD vs User Berupaya Satu Frekuensi

13 Juni 2025   12:30 Diperbarui: 13 Juni 2025   16:36 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://www.kompasiana.com/

"HRD bilang kandidat ini potensial, tapi saya tidak yakin dia bisa kerja di tim saya."
Kalimat semacam ini terdengar akrab di ruang-ruang rapat perekrutan, bukan? Di satu sisi, HRD memegang kunci awal proses seleksi dengan melihat kepribadian, attitude, dan kecocokan nilai. Di sisi lain, user---calon atasan kandidat---berkaca dari kebutuhan riil lapangan, target kerja, dan budaya timnya. HRD vs User tidak sedikit bersitegang tentang hal ini. 

Pertanyaannya: siapa yang sebenarnya lebih tahu kebutuhan tim? HRD atau user?

Pertanyaan ini mungkin sederhana, tapi jawabannya tidak sesederhana dua pilihan itu. Faktanya, konflik HRD vs User bukan hanya soal selera atau perbedaan persepsi, melainkan cerminan dari missed communication yang lebih dalam---soal ekspektasi, kejelasan peran, dan kadang, power play dalam keputusan.

Banyak yang tidak sadar bahwa rekrutmen bukan hanya perkara memenuhi lowongan kosong. Ia adalah momentum strategis bagi perusahaan untuk memperbarui DNA organisasinya. Maka, jika prosesnya dilakukan serampangan---tanpa kolaborasi yang sejajar antara HRD dan user---maka hasilnya bisa jadi fatal: mismatch budaya kerja, beban tim bertambah, turnover meningkat, hingga performa organisasi menurun.

Dari pengalaman saya di beberapa lembaga dan institusi, konflik klasik ini sering berulang karena masing-masing pihak merasa "lebih tahu". HRD merasa tahu kandidat secara psikologis dan perilaku kerja. Sementara user merasa tahu realitas kerja yang dihadapi sehari-hari. Ironisnya, keduanya sama-sama benar, namun jika tak duduk setara dan bicara terbuka, maka "kebenaran" itu bisa saling meniadakan.

Rekrutmen seyogyanya harus kolaboratif, bukan kompetitif.  Sudah saatnya kita ubah pola pikir dari "HRD vs user" menjadi "HRD x user". Kolaborasi adalah kunci. HRD bisa memberi masukan dari sisi potensi jangka panjang dan nilai budaya perusahaan, sedangkan user membawa insight langsung dari garis depan kerja: target, ritme, dan karakter tim.

Tapi kolaborasi bukan berarti "asal diajak rapat". Kolaborasi berarti membuka ruang dialog sejajar sejak awal. Mulai dari menyusun job description yang tidak asal copas, menyamakan persepsi soal kriteria kandidat ideal, sampai menyepakati tolok ukur evaluasi saat wawancara. Bukan HRD menilai dari sisi kiri, user dari sisi kanan, tapi keduanya dari satu arah yang sama---yaitu arah kebutuhan tim dan masa depan organisasi.

Rekrutmen adalah investasi, bukan sekadar mengisi kekosongan. Kita terlalu sering memperlakukan proses rekrutmen seperti "belanja cepat": siapa yang paling murah, paling siap, dan bisa langsung kerja. Padahal, mencari orang yang tepat butuh waktu, butuh sinergi, dan---paling penting---butuh kesepahaman antar pengambil keputusan.

Tidak ada lagi HRD vs user untuk menjawab pertanyaan siapa yang lebih tahu kebutuhan tim.  HRD dan user perlu belajar saling mendengar, bukan saling menunggu keputusan terakhir. Karena kadang, HRD menunggu lampu hijau dari user, sementara user diam-diam berharap HRD membawa kandidat "yang sudah pasti cocok".

Pertanyaannya, kalau komunikasi sejak awal belum seirama, bagaimana mungkin hasilnya bisa harmonis?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun