Meski Presiden Prabowo Subianto sudah mengeluarkan instruksi memperbolehkan kembali penjualan gas subsidi 3 kilogram di tingkat pengecer atau warung, antrean warga masih terjadi. Antrean terjadi karena stok gas di tingkat warung atau pengecer masih kosong.
Elpiji 3 kg mulai langka setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Kemen ESDM) melarang pengecer menjual gas bersubsidi tersebut per 1 Februari 2025. Kini, gas melon hanya tersedia di pangkalan resmi. Sementara itu, keterbatasan stok BBM juga dilaporkan di SPBU swasta, menimbulkan pertanyaan terkait penyebab dan dampak dari fenomena ini. Tentang fenomena ini bisa disimak di https://www.kompas.com/jawa-timur/read/2025/02/04/062600988/kelangkaan-elpiji-3-kg-dan-bbm-di-indonesia-pakar-ungkap-penyebabnya?page=all.
Gas elpiji 3 kg atau yang sering disebut "gas melon" menjadi kebutuhan vital bagi masyarakat kecil dan pelaku usaha mikro di Indonesia. Namun, belakangan ini terjadi kelangkaan gas elpiji 3 kg di berbagai daerah, menyebabkan keresahan di tengah masyarakat. Kelangkaan ini tidak hanya berdampak pada kehidupan rumah tangga, tetapi juga mengganggu sektor usaha kecil yang bergantung pada gas subsidi tersebut.
- Penyebab Kelangkaan Gas Elpiji 3 Kg
Pakar bahan bakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Tri Yuswidjajanto, menjelaskan bahwa kelangkaan elpiji 3 kg terjadi akibat pelarangan pengecer dalam menjual gas bersubsidi ini. "Karena mewujudkan rencana tahun 2019 menghapus pengecer (elpiji) sehingga terendah level penjualan LPG adalah di pangkalan," ujar ahli konversi energi Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, sebagaimana dilansir Kompas.com, Senin (3/2/2025).
Selain faktor tersebut, penulis mengamati, ada da beberapa faktor yang diduga menjadi penyebab langkanya gas melon di pasaran, antara lain:
1. Pembatasan distribusi dan kuota gas elpiji 3 kg
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara berkala menyesuaikan kuota distribusi gas elpiji bersubsidi. Dalam beberapa kasus, pengurangan kuota di daerah tertentu menyebabkan stok di tingkat pengecer cepat habis.
Selain itu, adanya kebijakan pengawasan yang lebih ketat terhadap agen dan pangkalan resmi membuat distribusi gas lebih terbatas dibandingkan sebelumnya, sehingga masyarakat kesulitan mendapatkan gas dalam jumlah yang cukup.
2. Penerapan subsidi tepat sasaran