Mohon tunggu...
Yudananto Ramadan Saputro
Yudananto Ramadan Saputro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa di Universitas Jenderal Soedirman

A life-time learner.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Harum Aroma Bung Karno di Bulan Juni

30 Juni 2022   00:29 Diperbarui: 30 Juni 2022   01:03 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bung Karno dan F.D Roosevelt. Foto oleh KITLV.

Nama Bung Karno (1921-1970) menempati posisi yang istimewa pada konstelasi politik hingga sejarah Indonesia. Bahkan lebih dari itu, kebesaran dan reputasinya juga layak disandingkan dengan tokoh-tokoh penting dunia sepanjang masa. 

Penempatan tersebut tentu bukan sekadar omong kosong dan klaim semata. Hal tersebut dapat kita lihat dari banyaknya nama situs di dunia yang menggunakan identitas Bung Karno. Di Mesir misalnya, nama Bung Karno diabadikan sebagai suatu nama jalan. 

Di Kuba, nama dan foto Bung Karno diabadikan sebagai perangko resmi negara yang diluncurkan untuk memperingati ulang tahun ke-80 Presiden Fidel Castro. Nama Bung Karno bahkan juga diabadikan sebagai sebuah nama pohon di Arab Saudi. 

Tanpa mengerdilkan peranan para tokoh lain yang telah ikut berjuang dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Bung Karno tentu merupakan seorang pemimpin dan pemikir politik progresif yang sangat prominen. Bung Karno merupakan sosok yang amat dikenal luas dan dikagumi oleh masyarakat Indonesia. 

Bung Karno di Indonesia 

Saya sendiri mengenal Bung Karno melalui rentetan buku dan pemikirannya. First impression saya terhadap Bung Karno dibentuk melalui kesan yang muncul dari hasil pembacaan terhadap buku miliknya yang berjudul Indonesia Menggugat---buku pertama milik Bung Karno yang saya baca. 

Sulit bagi saya untuk tidak menanggalkan kesan pemberani, gahar, dan patriotik terhadap Bung Karno setelah membaca buku tersebut. 

Bagaimana tidak, buku yang sejatinya diangkat dari pidato pledoi Bung Karno ketika diadili di Pengadilan (landraad) Bandung tersebut menyuratkan banyak pertentangan tanpa kompromi dari Bung Karno terhadap perilaku kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menyengsarakan masyarakat Indonesia.

 Terlebih lagi, pledoi tersebut disampaikan olehnya di hadapan muka hakim kolonial. 

Bung Karno muda kala itu belum genap berusia 30 tahun, namun pidatonya dengan mengutip banyak pendapat ahli dan profesor kenamaan mampu menciptakan suatu dalil ilmiah mengapa ia tidak seharusnya bersalah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun