Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Give a mom a break and she will conquer the world!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ketika Senja Tiba

5 November 2021   13:38 Diperbarui: 5 November 2021   13:52 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: dreamstime.com

Ah, putriku. Bahkan disaat-saat seperti ini ia bukannya diserbu rasa khawatir akan hidup sendiri di negeri empat musim ribuan mil jauhnya dari tanah air, tapi malah mengkhawatirkan aku.

"Mama baik-baik saja, seperti mama yakin kamu juga pasti akan baik-baik saja disana. Mama yakin kamu pasti bisa menjaga diri. Ingat kata mama khan? Kamu tidak pernah sendiri meski kadang kamu merasa sendirian. Ada Tuhan yang menjagamu."

Aku mengecup keningnya, mencoba tenang meski ribuan rasa bergemuruh dalam dada.

Secara naluri aku ingin dia tetap dalam pelukanku, dalam pandangan mataku, dalam radar pengawasanku. Tapi untuk apa selama ini aku melatih sayap-sayapnya supaya kokoh, ketika saatnya dia terbang aku malah menggenggamnya erat ?

Sekaranglah saatnya membiarkannya terbang tinggi, menemukan dunia yang memang tercipta untuknya.

Setidaknya aku tahu, aku telah memberinya akar yang kuat, yang memampukannya menghadapi angin kencang dan badai diluar sana dengan kokoh.

Tentu saja, ingin sekali rasanya mengantarkannya sampai ke negara tujuan dan memastikan disana dia mengawali fase hidupnya yang baru dengan baik, tapi apa daya tabungan kami tidak cukup untuk membeli tiket pulang pergiku dan segala macam persyaratan administrasi.

"Jangan khawatir. Dia gadis yang mandiri dan kuat. Kamu sudah membesarkannya dengan luar biasa," ujar suamiku menenangkan, ketika di bandara keesokan paginya dilihatnya mataku basah setelah beberapa waktu lalu berusaha tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah Hania yang berjalan sambil menyeret koper besarnya.

"Aku? Maksudmu, kita? Kita yang membesarkannya bersama."  Sahutku dan menangis dalam pelukan suamiku. Bagaimanapun, aku hanya seorang ibu yang melepas putrinya yang baru berusia tujuh belas belas tahun menyeberangi samudera. Sendirian.

Musim berlalu. 

Seperti yang sudah di duga, dia menyelesaikan kuliahnya dengan cemerlang. Mendapatkan tawaran kuliah lagi. Dan lagi. Dan aku pun sudah mulai terbiasa. Aku menyibukkan diri dengan menulis dan mengajar apa yang ku bisa. Tak pernah sepi rumah ini. Murid-muridku hilir mudik dari usia muda sampai yang sudah senja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun