Mohon tunggu...
yswitopr
yswitopr Mohon Tunggu... lainnya -

....yang gelisah karena sapaan Sang Cinta dan sedang dalam perjalanan mencari Sang Cinta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hitam Putih Kreasi Seniman

21 Juni 2013   09:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:39 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_250328" align="aligncenter" width="620" caption="panggung adalah apapun yang ada di sekitar para seniman (dok.pri)"][/caption]

Bagi para seniman, panggung hanyalah sebuah media untuk mengeskpresikan jiwanya. Panggung bisa berwujud dalam aneka media. Misalnya kanvas, pendopo, atau bahkan pelataran rumah pun bisa menjadi panggung bagi para seniman. Setiap tempat atau benda adalah panggung bagi mereka. Senyatanya, inilah cermin dari sebuah kehidupan. Setiap hal dalam kehidupan adalah sebuah panggung tempat dipentaskannya kehidupan sang titah.

Karena panggung adalah sebuah media, maka panggung bisa dengan mudah diacak-acak oleh para pelakunya. Tak ada lagi batas-batas antara panggung, pemain, atau penonton. Ada kalanya, para pemain mampu menjadikan para penonton sebagai pemain dadakan yang ikut memeriahkan lakon yang sedang dipentaskan. Situasi yang demikian tampak nyata dalam sebuah pementasan ketoprak berjudul Sri Minggat yang dipentaskan di kompleks Karangkletak, Hargobinangun Pakem. Pementasan ini diselenggarakan oleh komunitas seniman Jogjakarta.

[caption id="attachment_250329" align="aligncenter" width="620" caption="panggung hanyalah sebudah media (dok.pri)"]

1371782421515275930
1371782421515275930
[/caption]

Padepokan Karangkletak menjadi saksi bagaimana panggung kehidupan sangatlah dipengaruhi oleh para pemainnya. Merekalah yang berkuasa untuk menjalankan cerita. Merekalah yang mengatur jalannya cerita, apakah akan mulus seperti halnya cerita yang telah digariskan atau diacak-acak sesuai kreatifitas para pemainnya. Jumat, 21 Juni 2013, adalah saksi nyata pementasan panggung kehidupan di tangan para seniman. Panggung yang telah ditata dengan apik diobrak-abrik oleh para pemain ketika mereka justru memilih menggunakan pelataran depan panggung. Para seniman itu berani meninggalkan pakem dan menciptakan pementasan baru demi berinteraksi dengan penonton. Mereka tidak hanya menjadikan para penonton sebagai penonton, tetapi mereka menjadikannya sebagai pemain dadakan dalam lakon yang sedang dipentaskan.

Ketika hujan rintik-rintik mulai turun, panggung itu pun ditinggalkan begitu saja oleh para pemainnya. Inilah cerminan nyata kehidupan sang titah. Segala sesuatu akan tetap digunakan ketika sesuatu itu dirasakan berdaya guna dan bermanfaat. Tetapi, ketika sesuatu itu tidak lagi ada gunanya akan ditinggalkan begitu saja. Ada budaya lupa yang demikian mengakar. Ada habitus semau gue yang kadung mendarah daging.

[caption id="attachment_250331" align="aligncenter" width="620" caption="mengaduk-aduk emosi penonton (dok.pri)"]

1371782499746362158
1371782499746362158
[/caption]

Apakah mereka berhenti ketika hujan terus mengguyur bumi? Ternyata tidak. Mereka segera bergerak mencari tempat lain untuk terus mementaskan lakon yang sedang mereka bawakan. Hujan tidak lagi mereka pedulikan. Yang ada adalah lakon harus terus dipentaskan. Pada titik ini, sebuah paradoks dimainkan. Masing-masing sibuk dengan bagiannya sendiri-sendiri. Para pemain sibuk mencari tempat untuk terus memainkan lakonnya. Sementara para penonton sibuk mencari tempat nyaman untuk menyaksikan lakon yang dipentaskan.

Sekali lagi, kritik atas panggung sandiwara kehidupan dimunculkan. Setiap hari kita disuguhi aneka dagelan kehidupan. Mulai dari dagelan kelas tukang ojek hingga dagelan kaum berdasi. Sesungguhnya merekalah para pemain yang asyik dengan lakon yang ingin mereka tampilkan. Takpeduli lagi dengan persoalan yang sedang dihadapi para penonton yang sibuk mencari tempat yang nyaman untuk menyaksikan dagelan-dagelan itu. Interaksi dengan penonton hanyalah sebuah skenario untuk menghidupkan cerita. Menjadikan penonton sebagai bagian dari cerita hanyalah sebuah strategi ketika para pemain itu kehabisan bahan.

[caption id="attachment_250332" align="aligncenter" width="456" caption="akhirnya, para pemainlah yang menjadi sutradara di atas panggung (dok.pri)"]

13717825451195736215
13717825451195736215
[/caption]

Sang Sutradara telah menggariskan skenarionya. Tetapi di atas panggung, para pemainlah yang menjadi sutradara atas diri mereka sendiri. Mereka berkuasa penuh atas jalannya cerita. Mereka bisa membuat cerita pendek menjadi demikian panjang. Demikian pula sebaliknya. Cerita panjang bisa menjadi demikian pendek di tangan para pemain. Bahkan sah-sah saja para pemain itu mengubah alur cerita. Betapa menggelikan ketika Betara Guru meminta Dewi Sri pulang ke kratonnya sembari menyanyikan lagi nDang Balia Sri, sebuah lagu campur sari.

Itu semua bisa terjadi dan berjalan baik ketika ada deal dengan para pemain. Satu pemain dengan pemain lain saling mengerti dan mengisi. Meski spontan, tetapi para penonton tak mengerti bahwa itu adalah sebuah strategi semata. Tak mengherankan jika para penonton justru bertepuk tangan dan tertawa terbahak-bahak. Penonton telah dikibuli, tetapi sama sekali tidak menyadarinya.

[caption id="attachment_250333" align="aligncenter" width="620" caption="menjadi penonton yang terus menerus dikibuli para pemain? (dok.pri)"]

1371782600575971214
1371782600575971214
[/caption]

Menyaksikan kreasi para seniman itu saya diajak untuk memasuki relung-relung panggung sandiwara yang senyatanya. Panggung sandiwara yang dengan mudah terbaca di aneka mass media. Setiap hari kita disuguhi lakon-lakon unik yang menggemaskan. Akankah kita terus menjadi penonton-penonton yang terkibuli oleh para pemain yang sedang mementaskan lakonnya masing-masing?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun