Mohon tunggu...
yswitopr
yswitopr Mohon Tunggu... lainnya -

....yang gelisah karena sapaan Sang Cinta dan sedang dalam perjalanan mencari Sang Cinta

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Puasa dan Lakon Bima Suci [01]

1 Agustus 2011   01:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:12 1672
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua, hormatilah yang berpuasa. Slogan ini sering terdengar dan menjadi alasan. Bentuk konkret dari slogan ini adalah munculnya perda atau sekedar himbuan bagi warung-warung makan untuk tutup selama berpuasa. Makan di antara keramaian dianggap sebagai sebuah “dosa”. Bahkan, ramai terdengar berita aksi sweping tempat2 hiburan seolah-olah tidak boleh ketika puasa, tetapi silahkan kalau sudah tidak puasa. Apa artinya berpuasa di tengah-tengah situasi yang telah dikondisikan. Saya yakin, nilai puasa akan berlipat ketika bisa menahan godaan yang ada di sekitar kita.

Rasa saya, hakekat puasa adalah melawan diri sendiri. Ketika ada orang yang sedang makan di dekat saya, sementara puasa. Apa yang tergambar diotal saya: doa atau makanan? Ketika terbayang makanan, ya pastilah kita jadi lapar. Lalu, saya akan marah-marah kepada orang itu: tidak menghormati orang puasa. Jika ini terjadi, masih sahihkan puasa yang saya lakukan?

Jika meminta orang yang tidak perpuasa untuk menghormati yang sedang puasa, apakah kita juga menghormati dan memberi ruang kepada yang tidak berpuasa? Apakah yang tidak berpuasa sudah tidak memiliki tempat lagi [selain di rumahnya sendiri]? Faktanya ada sekian banyak juga saudara-saudara Muslim yang belum berpuasa.

[caption id="attachment_122301" align="aligncenter" width="588" caption="raden bima melawan raksasa rukmakala"][/caption]

Tantangan berikutnya adalah raksasa bernama Rukmakala. Raksasa ini merupakan cerminan dari kemewahan yang berbentuk kekayaan material atau harta benda. Semakin maju peradaban manusia, kecenderungan untuk mengumpulkan kekayaan semakin besar. Banyak orang berlomba-lomba untuk menjadi yang terkaya. Akibatnya sikut sana sikut sini telah menjadi hal yang lumrah. Korupsi menjadi jalan termudah.

Tantangan kemewahan ini akan semakin tampak ketika banyak orang berlomba-lomba mempertontonkan apa yang mereka miliki. Perhiasan bergelantungan di sekujur tubuh. Hal ini bisa dilihat nanti pada seputaran lebaran. Banyak orang merasa bangga ketika bisa mengenakan perhiasan. Merasa wah ketika dilihat banyak orang.

Tapi, apa itu semua menjadikannya menunduk. Melihat orang lain yang kelaparan dan tidak memiliki apa-apa untuk bisa bertahan hidup. Kekayaan perlu tapi apakah kekayaan itu mendorong orang untuk solider dengan yang lain? Apakah kekayaan itu membawa orang untuk mau berbagi? Tentu cara berbagi yang wajar tanpa harus membuat yang lain malah menderita. Misalnya membagi zakat, tapi malah ada korban jiwa seperti yang pernah terjadi pada beberapa waktu silam. Berbagi tak perlu dipertontonkan. Ada sebuah slogan, jika tangan kananmu memberi, tak perlulah tangan kirimu mengetahui.

Perjalanan Raden Bima mencari air perwitasari dengan memasuki hutan Tebrasara adalah sebuah cerminan untuk semakin menunduk dan memaknai diri. Selamat Berpuasa bagi Saudara-saudari yang menjalankan.

[bersambung]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun