Mohon tunggu...
Yulianus Suhartono
Yulianus Suhartono Mohon Tunggu... Lainnya - Y. Suhartono

Di sinilah saat ada waktu luang, kita sebentar mampir mengunjungi indahnya aneka peristiwa hidup. Duduk di teras ditemani secangkir kopi, duduk santai barang 20 sampai 30 menit, melepas lelah guna merajut ide-ide baru sebagai bekal menata hidup semakin baik di bandingkan hari kemarin. Jangan bosen singgah setiap hari di sini. Terima kasih ( Y. Suhartono, penunggu rumah ).

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Hidup Bagai dalam Sangkar, Bahagia atau Menderita?

27 Oktober 2021   11:27 Diperbarui: 29 Oktober 2021   08:43 957
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mengenal dunia luar. (sumber: shutterstock via kompas.com)

“Wahai kau burung dalam sangkar - sungguh nasibmu malang benar - tak seorangpun ambil tahu - duka dan lara di hatimu. Wahai kau burung dalam sangkar - dapatkah kau menahan siksa - dari kekejaman dunia - yang tak tahu menimbang rasa...,” demikian penggal lirik lagu yang dibawakan biduanita kondang, Emelia Contessa, era 70-an. 

Mereka yang dulu remaja dan kini sudah kategori lanjut usia tentu wajahnya akan berbinar ‘sumringah’ bila diperdengarkan lagu yang satu itu.

Bukan hanya karena merdunya saja, melainkan pengaruh syair lagu yang filosofis puitis yang membuat banyak orang ‘diam’, mencerna dalam refleksi batin. 

Terbayang, ada jiwa terpasung. Ia meronta, ingin bebas. Namun, setiap kali berhasil lepas dari kukungan satu, kembali terperangkap dalam kukungan lainnya. Ya, hidup memang selalu ada tantangan. 

Senada Erich Fromm sosiolog sekaligus filsuf berkebangsaan Jerman yang lahir 23/3/1900 dan meninggal 18/3/1980 mengatakan bahwa sejarah hidup manusia adalah perjuangan kebebasan. 

‘Butuh Peras Keringat

Bukti sederhana, manusia harus berjuang dalam memenuhi kebutuhan hidup. Entah itu makanan, pakaian, tempat tinggal harus perolehan dengan perjuangan.

Jika semua kebutuhan itu telah terpenuhi, menurut Abraham Maslow, manusia tetap gelisah. Ada kebutuhan lain yang harus diperjuangkan, yaitu kebutuhan: rasa aman.

Bila rasa aman terpenuhi, tetap saja rasa hati belum damai; sebab dalam diri ada kerinduan dicintai dan mencintai. Meraih kebutuhan ini juga tidak mudah. Maksud hati ingin berbuat baik, namun niat itu kadang malah dinilai sebagai upaya cari muka, pencitraan.

Nyata sudah, memenuhi aneka kebutuhan butuh peras keringat. Sejak kecil semua dari kita telah dilatih demikian. Guna meraih prestasi di sekolah kita tidak diperkenankan nonton TV pada jam belajar, tidak boleh main game, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun