Mohon tunggu...
Yulianus Suhartono
Yulianus Suhartono Mohon Tunggu... Lainnya - Y. Suhartono

Di sinilah saat ada waktu luang, kita sebentar mampir mengunjungi indahnya aneka peristiwa hidup. Duduk di teras ditemani secangkir kopi, duduk santai barang 20 sampai 30 menit, melepas lelah guna merajut ide-ide baru sebagai bekal menata hidup semakin baik di bandingkan hari kemarin. Jangan bosen singgah setiap hari di sini. Terima kasih ( Y. Suhartono, penunggu rumah ).

Selanjutnya

Tutup

Bandung

Gelisah Menunggu Godot

26 Oktober 2021   17:47 Diperbarui: 26 Oktober 2021   17:50 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bandung. Sumber ilustrasi: via KOMPAS.com/Rio Kuswandi

GELISAH   Menunggu Godot

Oleh : Y. Suhartono

 

Sekitar  40 tahun lampau pada  pengujung  tahun  di Gedung  Rumentang Siang Bandung digelar pertunjukan teater dengan lakon Menunggu Godot,  buah karya Samuel Beckett. Dikisahkan, sekelompok orang  terlihat di bawah pohon  lagi  menunggu datangnya sosok 'penyelamat', Godot, namanya. 

Santer beredar,  ia  akan datang segera.

Secara teaterikal dipertontonkan sosok gelandangan  lusuh dengan mimik  bosan, bercampur memelas sedang menunggu Godot. Ada pula yang tampil dengan suara menggelegar memberi semangat kepada yang lain, bahkan kepada penonton. "Godot pasti datang segera, ayo semangat...!", serunya.

Mendengar suara  berapi-api  itu,  kemudian bangkitlah  seseorang kurus kerempeng berkaca mata  dan berteriak histeris, protes dengan realitas yang ada. Ia lempar dan rusak apa saja yang ada. 

Akibatnya, suasana  menjadi kacau tidak terkendali. 

Tiba-tiba sayup terdengar bunyi genderang, seiring dengan itu suasana berangsur jadi sunyi senyap. Semua  terlihat fokus  menyelidik asal sumber suara. Mereka percaya, suara genderang itu  tanda berita gembira; yang dinanti akan segera datang.

Namun, lama ditunggu tidak datang juga. Bunyi genderang pun lenyap, tidak terdengar. Pemain yang berjumlah lima orang itu kembali berbisik satu dengan yang lain. Ada pula yang melontarkan ide-ide filosofis, mengurai makna. 

Karena capai, ada di antara 'pemain' yang tertidur,  dan ada pula yang sejak awal pertunjukkan tanpa lelah selalu mencoba mengepas  sepatu, sambil tidak henti meratapi nasib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bandung Selengkapnya
Lihat Bandung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun