Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tak Sengaja Tersesat

20 November 2021   19:05 Diperbarui: 20 November 2021   19:09 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Cerpen Yoyo Goyol (@yoyo_setiawan_79)

Ada yang istimewa siang ini, selepas anak-anak sekolah luar biasa Pelita Qolbu pulang ke rumah masing-masing, ada tamu dari Bangil. Ia Wahyu, 2 tahun silam pernah mengabdi di sekolah ini, kini bertamu membawa undangan pernikahan. Berita tentang rencana pernikahannya, sudah lama terdengar dari bulan Juni, sempat hilang tak terdengar kabar, sekarang muncul dengan undangan resmi!

Sekarang bulan September, berarti masih ada waktu satu bulan lagi buat persiapan tenaga dan keuangan untuk memenuhi undangan tersebut. Karena perjalanan lumayan jauh, butuh dana besar untuk berangkat ke sana bersama rombongan rekan guru atau bahkan beberapa wali murid yang turut serta.

Hari yang dinanti, tanggal 11 Oktober 2021, tiba. Puji syukur, semua dalam keadaan sehat, semua yang direncanakan jauh hari berjalan lancar. Mobil carteran sudah siap sejam pukul 5 pagi di halaman sekolah. Para guru sudah sepakat berangkat pagi sekalian, menghindari macet di jalan kota. Tinggal menunggu beberapa wali murid yang hendak turut serta ada yang belum datang. 

Akhirnya budaya jam karet terjadi juga, rencana berangkat pukul 6 pagi, malah sampai pukul 7 belum juga lengkap semua orang! Ada saja tanggapan ibu-ibu yang sudah siap di dalam kendaraan; ada yang bilang menyesal datang buru-buru, eh tahunya banyak teman yang telat! 

Ada juga yang membawa anak balitanya, sampai lupa tidak mandi, karena merasa sudah kesiangan, tahunya di sini masih santai menunggu lama. Sontak celoteh mereka mengundang tawa, pelipur kesal menunggu teman yang tidak disiplin.

Pukul 07:30 kulirik waktu di jam tanganku. Berarti sesuai ultimatum pak Kepala Sekolah, kalau sampai pukul 8 tidak datang akan ditinggal, tinggal 30 menit lagi waktu tunggu yang sangat membosankan. Ada pak supir yang memutar lagu campursari kesukaan yang menyibukkan telinga, menghibur hati ibu-ibu yang gondok.

Tepat pukul 8 pagi, pak Kepala Sekolah meminta bis rombongan berangkat saja, sebenarnya masih ada 2 orang lagi. Berhubung dicecar terus supaya cepat-cepat datang, tidak bisa juga, akhirnya menyerah, memilih mundur, batal ikut. Sudah begitu, pasti dong ibu-ibu kreatif berkomentar, tahu seperti itu, tinggal saja dari tadi tidak perlu lama-lama ditunggu!

Bismillah, bis berangkat meninggalkan sekolah yang sepi, anak-anak diliburkan. Bukan diliburkan, tetapi belajar di rumah. Suasana alam pedesaan segera berganti maasuk area perkotaan, rumah berderet berdesakan, polusi dan teriak orang berjualan mencari pembeli bersahutan, seperti nyanyian burung.

Sejam kemudian, dengan kondisi lalu-lintas lancar, bis sudah hendak masuk gerbang tol Malang, sepi. Ini pukul 9 pagi, beda dengan pukul 7 pagi tadi, pasti padat merayap. Jalanan hotmix baru dilibas cepat dengan kecepatan sedang, kala pak supir mengebut sedikit, ada saja ibu-ibu yang ketakutan, jadinya dipelankan kembali. 

Alasannya, dia yang duduk di deretan belakang, akan otomatis terpental dari bangku, saat roda belakang melibas cepat sambungan jalan yang kurang rata, atau belum diberi lapisan akhir agar rata. Pak supir tentunya geleng-geleng kepala, dasar ibu-ibu banyak maunya! Seba salah jadinya, mau ngebut salah, jalan pelan juga lama sampainya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun