Mohon tunggu...
Yoyo Setiawan
Yoyo Setiawan Mohon Tunggu... Guru - Melengkapi hidup dengan membaca dan menulis; membaca untuk menghayati betapa ruginya hidup tanpa ilmu, menulis untuk meninggalkan jejak bahwa kehidupan ini begitu berwarna.

Tenaga pendidik dunia difabel yang sunyi di pedalaman kabupaten Malang. Tempat bersahaja masih di tengah kemewahan wilayah lain. Tengok penulis kala sibuk dengan anak istimewa, selanjutnya kamu bisa menikmati pantai Ngliyep nan memesona! Temani penulis di IG: @yoyo_setiawan_79

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Menanam di Dunia, Memanen di Surga"

16 November 2021   05:00 Diperbarui: 16 November 2021   05:02 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebuah cerpen difabel karya YoyoGoyol (@yoyo_setiawan_79)SLB Pelita Qolbu. Sekolah luar biasa yang selalu ramai dengan celoteh anak-anak istimewa, tempatku mengabdikan kemampuanku untuk memcerdaskan bangsa. Mereka, para difabel juga berhak mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak normal, tentunya dengan porsi kemampuan masing-masing.

Pagi nan cerah, hari Senin yang penuh semangat setelah kemarin seharian libur di rumah. Hari yang sibuk sebenarnya. Jadwal pelajaran ketrampilan untuk semua kelas hari ini, dari kelas kecil sampai kelas besar digabung. Dan tugas memberi materi ketrampilan sekarang adalah aku.

Dari kemarin sudah aku siapkan materi, tentunya ganti materi dari minggu lalu, agar anak-anak tidak bosan. Sejak kemarin, sudah kusiapkan beberapa peralatan dan bahannya. Ada polibag besar, bibit cabai kecil, sebungkus besar pupuk kompos dan sekop kecil. Benar, materi ketrampilan untuk anak tunagrahita sekarang adalah bertanam cabai.

Cukup dua puluh menit kutempuh perjalanan dari rumah ke sekolah gratis ini. Anak-anak sudah menyambut begitu sepeda motor Karisma tuaku berhenti di pelataran sekolah.

"Pak Yoyo, assalamu alaikum?" seru Gandi, murid kelas besar menyapaku pertama kali. Disambut riang teman-teman dari kelas kecil. Kusambut salam mereka, juga uluran tangan mungilnya, kubalas dengan hangat, hatiku semakin bahagia melihat semangat mereka walau dalam kondisi keterbatasan.

"Wa alaikum salam, mas Gandi! Sehat kan hari ini, tolong bawakan tas saya ya, hati-hati berat!", sahutku sembari mengajak Gandi ke tempat sepedaku, melepas tas besar yang masih terikat di sepeda motor, meletakkannya di kedua lengan.

Aku memperhatikan dia membawa tas itu ke kantor dengan riang.
"Aku dapat hadiah dari pak Yoyo! Kamu tidak dapat ye, ye, ...!" celoteh Gandi sambil membopong tas besarku, imajinasinya itu hadiah buat dia! Bahkan ia mengiming-imingi teman-temannya.

Aduh! Bisa salah paham nih anak-anak kalau dengar Gandi saja yang dapat hadiah. Teman yang lain pastinya menuntut diberi hadiah juga. Cepat ku susul Gandi, maksudku agar tidak berorasi semangat begitu.
"Mas Gandi, stt!" aku membersamai langkahnya, kukode dengan jari telunjukku agar diam.

"Ini hadiah buatku pak? Mobil truk ya pak Yoyo?' cerocos Gandi. Diajak bicara ini, jawabnya itu. Memang anak istimewa ini agak susah fokus.

"Bukan mas Gandi, ini alat ketrampilan hari ini, nanti semua teman-teman kebagian", jawabku memberi penjelasan. Beruntung, anak lain tidak tertarik dengan bungkusan hitam yang dibawa Gandi barusan. Lega hatiku!

"Hadiah truknya kapan pak Yoyo? Aku dua hari lagi ulang tahun pak!" jawab Gandi tak mau kalah. Semakin Gandi mengajak bicara, semakin tidak fokus arah pembicaraannya. Memang sudah menjadi adatnya, pas ditanya apa jawabnya lain!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun