Mohon tunggu...
Yovita A. Mangesti
Yovita A. Mangesti Mohon Tunggu... Dosen - Dosen dan Praktisi Hukum

Hukum itu harus humanis, karena hukum itu tentang manusia, oleh manusia, dan untuk manusia.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perlindungan Hukum Data Pribadi Pasien Telemedicine

15 April 2021   17:00 Diperbarui: 15 April 2021   17:14 1346
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Abstrak

               Telemedicine menjadi salah satu pilihan pasien dalam upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan, yang mulai berkembang pesat di masa pandemi. Pengobatan konvensional yang dibingkai dalam trilogi kedokteran yaitu informed consent, rekam medis  (medical record), dan rahasia medis (medical secrecy), tetap menjadi kewajiban dalam melakukan telemedicine. Tulisan ini menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach),  perundang-undangan (statute approach) serta eklektik (eclectics approach) terhadap penyelenggaraan telemedicine yang pada khususnya membutuhkan jaminan perlindungan data pribadi sebagai perwujudan rahasia medis dalam praktik kedokteran. Perlindungan hukum yang diberikan oleh Pasal 15 UU ITE dengan tanggung jawab pengamanan data pada penyelenggara sistem elektronik masih merupakan norma samar (vage normen) yang membutuhkan kepastian hukum pada telemedicine.  Sedangkan Permenkes 20/2019 hanya mengatur Telemedicine antar Fasyankes, bukan pada telemedicine antara dokter-pasien. Peraturan Kominfo N0. 26 Th. 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi, belum mengatur Penyelengaraan. Dari sisi pandang nilai kemanusiaan, pada hakikatnya tubuh manusia adalah unik dan harus dilindungi dari manipulasi dan komersialisasi dalam bentuk apapun.  Perlu adanya hukum yang baru untuk mengatur perlindungan data pribadi sehingga telemedicine mencapai tujuan keselamatan dan perlindungan pasien.

Kata kunci: perlindungan data pribadi, telemedicine, nilai kemanusiaan

A. Pendahuluan

           

            Telemedicine berkembang pesat pada masa pandemi dan menjadi alternative pilihan untuk mendapatkan layanan kesehatan di masa normal baru. Berbagai aplikasi yang ditawarkan seperti  Halodoc, KlickDokter, Alodokter, Good Doctor, SehatQ, dan lain-lain. Bahkan peluang untuk telemedicine cukup terbuka dengan adanya himbauan Presiden bahwa masyarakat tidak perlu datang bertemu dengan dokter di rumah sakit, tetapi dapat melakukan konsultasi melalui aplikasi telemedicine.[1]

            Aplikasi telemedice yang mengunakan platform media elektronik ini berkembang sejalan dengan perubahan budaya masyarakat yang beralih dari penggunaan model pelayanan kesehatan konvensional sebagai dampak life style new normal yang berkarakter work from home hingga work from anywhere, work from anytime meski harus disadari, dalam rangka pelayanan kesehatan yang bermutu, hal ini masih sangat terbatas. Sebagaimana disampaikan Henri Subiakto dalam Airlangga Conference Series bertema Disruptive Medical Technology After Covid-19, bahwa terjadi peningkatan di bulan April 2020 dari 4 juta hingga mencapai 15 juta, namun masih bersifat konsultasi dan pengobatan ringan, belum pada tindakan seperti operasi.[2] 

            Permunungan bahwa telemedicine tidak memenuhi unsur afeksi karena dalam praktik kedokteran terjadi kehilangan unsur “touch” dalam penentuan diagnostic, secara perlahan dinafikan oleh model gaya hidup baru bahwa interaksi apapun termasuk dokter-pasien tidak harus dilakukan dengan sentuhan fisik, tetapi dapat dilakukan dengan melihat tanpa menyentuh (virtual services). 

            Hukum positif yang berkaitan dengan digitalisasi pelayanan medis ini, yaitu Pasal 15 UU  19 Th. 2016 tentang Perubahan Atas UU 11 Th. 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), yang mengatur bahwa tanggungjawab pengamanan data ada di pihak platform penyelenggara sistem elektronik. Selanjutnya dalam PP  71 Th. 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PP PSTE) yang mengarah pada penggunaan blockchain  belum terlaksana sepenuhnya. Permenkes  20 Th. 2019 tentang Pelayanan Telemedicine antar fasilitas Layanan Kesehatan (Fasyankes) hanya mengatur hubungan antara Fasyankes. Hal ini tentunya menjadi persoalan jika telemedicine dimaksudkan sebagai hubungan antara dokter dengan pasien. Pelayanan medis via daring berpotensi terjadinya kesenjangan antara data klinis pasien dengan data yang ada pada rekam medis pasien, yang kemungkinan akan berdampak pada penatalaksanaan pasien. Determinasi fakta ini adalah kolaborasi kebutuhan pasien, pengunaan teknologi data elektrinik (digital), terhadap perlindungan hukum pasien telemedicine.

            Penyelenggaraan telemedicine tidak dapat dipungkuri bernilai komoditi sehingga pelayanan telemedice saat ini bernuansa profit oriented. Permenungan selanjutnya, bagaimana implikasinya terhadap pencapaian tujuan  praktik kedokteran yaitu keselamatan dan perlindungan pasien sebagaimana tercantum Undang-undang tentang Praktik Kedokteran (UU Pradok). Penyelenggaraan telemedicine berhubungan erat dengan pengadaaan rekam medis sebagai salah satu persyaratan dalam trilogi kedokteran, yaitu informed consent, rekam medis, dan rahasia kedokteran (Pasal 45,46, dan 48 UU Pradok). Rekam medis tidak lagi dibuat hanya dalam bentuk manual, tetapi berbentuk rekam medis elektronik. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana pengamanan data pribadi pasien sebagai hak rahasia medis sebagaimana disebutkan dalam UU Pradok tersebut.

             Uraian di atas menunjukkan norma samar pada Pasal 15 UU ITE, yang berdampak pada kebutuhan akan adanya norma baru  yang mengatur telemedicine sebagai salah satu model pelayanan di bidang kesehatan.  Keluarnya Permenkes 26 Th. 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi Secara Elektronik sektor Kesehatan, hanya menyebutkan tentang dokumen elektronik dan e-farmasi, yang  belum dapat menjawab kebutuhan norma baru telemedicine. Persoalan ini menyangkut adanya big data bidang kesehatan, yang membutuhkan pengamanan karena dengan berkembangnya nilai komoditi dari telemedicine tersebut sangat dimungkinkan penyelenggara telemedicine menjalin kemitraan dengan luar negeri. Aspek kemanusiaan dalam pelayanan medis akan mengalami degradasi oleh determinasi nilai ekonomis. Potret jati diri pasien dapat diungkap dan digunakan untuk kepentingan riset dan teknologi, yang melampaui standar etika penelitian, dikarenakan subyek dalam skala  besar yaitu negara, tidak menyadari kebocoran data pribadi tersebut. Hal ini semakin menunjukkan urgensi perlindungan data pribadi pasien telemedicine, sehingga tujuan praktik kedokteran yang sarat nilai kemanusiaan tetap terjaga. [3]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun