Penghindaran Pajak Secara Internasional
Perpajakan Internasional adalah salah satu alat untuk memahami perbedaan pajak nasional, mendorong perdagangan antar negara, meningkatkan tingkat investasi di setiap negara, dan pemerintah berupaya untuk meminimalkan pajak yang menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Berikut yang melatar belakangi terjadinya suatu pajak internasional:
- Indonesia adalah bagian dari dunia Internasional; Di era globalisasi Indonesia perlu membina hubungan dengan negara lain, melakukan transaksi lintas batas yang saling menguntungkan dan memungkinkan perusahaan asing untuk melakukan kegiatan ekonomi dan menghasilkan pendapatan di Indonesia.
- Penghasilan dari korporasi luar negeri dapat menjadi sumber penerimaan perpajakan bagi Indonesia; Menurut benefit theory of taxation, perpajakan ini bisa dilakukan karena terdapat keterkaitan (economic attachment) antara Indonesia sebagai negara sumber (Source State) dengan kegiatan yang menghasilkan pendapatan tersebut.
- Penghasilan dari korporasi luar negeri di Indonesia dapat menjadi sumber penerimaan perpajakan bagi negara dimana korporasi luar negeri tersebut berpusat; negara yang menjadi domisili entitas asing (residence state) juga berhak atas pajak penghasilan yang berasal dari luar negaranya karena terdapat hubungan antara negara tersebut dengan subjek pajak dalam negerinya (personal attachment).
- Oleh karena itu, diperlukan perjanjian perpajakan internasional untuk mengatur pengenaan pajak atas penghasilan perusahaan asing di dalam negeri dan penghasilan perusahaan nasional di luar negeri. Tujuannya untuk menghindari pajak berganda yang diberlakukan pada wajib pajak di setiap negara.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa perpajakan internasional merupakan masalah yang kompleks dan rumit karena mencakup hak perpajakan (taxing right) sutau negara. Karena setiap negara memiliki kepentingan yang kuang terhadap kebijakan perpajakan internasional yang dipilih oleh PBB maupun OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development). Terdapat 2 (dua) pedoman penyusunan tax treaty dan kebijakan perpajakan internasional dalam UU Domestik, yaitu:
- United Nations (UN) Model
- OECD Model
Secara umum, negara berkembang memilih model PBB karena model ini memberikan hak pajak yang relatif lebih luas kepada negara sumber. Hingga saat ini, masih banyak negara berkembang yang masuk ke dalam kategori Negara pengimpor, baik barang maupun jasa. Hal ini menjadi persoalan kritis karena keberadaannya tidak senyata impor barang. Namun demikian, nilai impor jasa oleh negara berkembang sangat signifikan. Oleh karena itu, negara berkembang sangat tertarik dengan definisi Permanent Establishment. Karena negara berkembang yang mengimpor jasa tanpa Bentuk Usaha Tetap (BUT), tidak berhak memungut pajak penghasilan dari jasa yang diterima oleh negara pengekspor jasa tersebut. Terlepas dari kenyataan bahwa pendapatan berasal dari negara berkembang yang mengimpor layanan ini.
Pajak berganda internasional sendiri hanyalah salah satu jenis peristiwa pajak berganda, karena pajak berganda dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
- Pajak berganda nasional (national double taxation): yaitu pemungutan pajak atas jenis pajak yang sama di negara yang sama dalam periode yang sama dari satu negara dengan basis pajak yang sama , dari dua yuridiksi yang berbeda.
- Pajak berganda internasional (international double taxation): adalah pengumpulan pajak yang berulang oleh dua atau lebih negara dengan pendapatan yang sama sebagai satu negara.
A. Â Â Pengertian Penghasilan Pajak Secara Internasional
Ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan
Dalam peraturan perpajakannya, Undang-Undang Pajak Penghasilan menganut hubungan subjektif/dan objektif. Hubungan subjektif orang pribadi ditentukan berdasarkan:
- Tempat tinggal (di Indonesia)
- Keberadaan/kehadiran (di Indonesia lebih dari 183 hari)
- Niat untuk tinggal di Indonesia
B. Â Â Tax Avoidance, Tax Planning, dan Tax Evasion
Tax avoidance adalah upaya manajemen pajak yang legal bertujuan untuk meringankan beban pajak, karena banyak memanfaatkan celah dalam Undang-Undang Perpajakan, tetapi tidak melanggar Undang-Undang yang ada.
Tax planning merupakan tugas wajib pajak untuk meminimalkan pajak terutang yang akan diminimalisir dengan perselisihan sistem perpajakan dan non-kausatif antara pembayar pajak dan otoritas pajak.