Mohon tunggu...
Dekranasda Sleman
Dekranasda Sleman Mohon Tunggu... Lainnya - Dewan Kerajinan Nasional Daerah Sleman

Marketing, Public Relations, Coorporate Social Responsibility, Media, and Journalist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mimpi, Menunjukan Jati Diri yang Sebenarnya?

26 Juni 2021   01:39 Diperbarui: 26 Juni 2021   01:44 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi orang yang sedang bermimpi dalam tidur.Sumber: dribbble.com

Ilmuwan telah menemukan bahwa selama mimpi, otak aktif secara elektrik seperti ketika kita bangun. Namun, ia aktif dengan cara kimia yang berbeda. Bahan kimia tertentu yang ada selama bangun berkurang setengahnya selama tidur tanpa mimpi dan tidak ada sama sekali selama tidur bermimpi. 

Jadi, sains menjelaskan mimpi hanya sebagai produk sampingan dari perubahan kimiawi di otak ini. Hal ini tampaknya terkait dengan gagasan filosofis materialisme bahwa dunia materi fisik adalah satu-satunya dunia yang ada. Ini menyatakan bahwa untuk memahami sesuatu, termasuk kesadaran subjektif, kita hanya perlu melihatnya dari segi fisika dan kimia.

Sebaliknya, Sigmund Freud percaya bahwa isi mimpi itu bermakna. Dia pikir itu mengungkapkan sesuatu dalam bentuk terselubung tentang perasaan dan pikiran bawah sadar kita. Misalnya, kekhawatiran dan kecemasan yang tidak realistis atau memalukan, yang lebih suka kita hindari dari kesadaran.

Banyak terapis saat ini tidak lagi melacak semua dorongan tersembunyi tersebut ke asal seksual seperti yang dilakukan Freud. Namun, mereka melihat mimpi sebagai pikiran yang menciptakan representasi dramatis dari kehidupan si pemimpi. Segala sesuatu dalam adegan mimpi menjadi ekspresi simbolis dari sesuatu yang berkaitan dengan si pemimpi. 

Bisa berupa tempat, benda, atau figur lainnya. Dengan kata lain, mimpi itu bukan hanya campuran omong kosong yang membuat orang bisa membaca hampir semua hal. Melainkan sesuatu yang layak untuk direnungkan dengan cermat yang berpotensi memberikan wawasan diri.

Jadi benarkah mimpi menunjukkan diriku yang sebenarnya? Siapakah aku sebenarnya?

Sumber: sonjawimmer.com
Sumber: sonjawimmer.com

Obrolan pikiran dalam kehidupan nyata

Apakah isi mimpi bermakna atau tidak, tampaknya benar bahwa kita memiliki kapasitas yang luar biasa dalam kehidupan terjaga, tentang apa yang disebut 'obrolan pikiran'. Kita hanya perlu mencoba untuk memulai program meditasi sebelum menyadari betapa sulitnya menenangkan pikiran. Hal tersebut karena ada aliran sensasi, pikiran, dan perasaan yang konstan di ambang kesadaran. banyaknya ide setengah-lahir, gambar, suasana hati, potongan memori, dan lain-lain.

Penyamaran simbolis dalam mimpi

Setiap orang dapat mengakui bahwa hal-hal aneh terjadi dalam mimpi. Emosi sangat kuat. Bisa juga menjadi sangat mengancam. Orang yang kita kenal bisa berubah menjadi hakim atau juri, rumah kita bisa mendapatkan ruang bawah tanah yang gelap yang sebelumnya tidak kita duga, kucing peliharaan kita bisa mulai menyerang kita. Jika mimpi mewakili kekhawatiran batin, mengapa objek yang dikenal dalam mimpi berfungsi sebagai simbol untuk sesuatu yang lain? Mengapa mimpi tidak bisa lebih lugas?

Seperti kata Freud, kita memiliki keinginan yang tidak dapat diterima oleh pikiran sadar kita dan yang akan disetujui khalayak jika saja mencapai pandangan publik di siang hari. Unsur-unsur dalam kehidupan batin kita yang tidak suka kita akui pada diri kita sendiri, apalagi kepada orang lain. Misalnya, aku dapat menjadi agresif meskipun aku tidak mau mengakuinya. Kebenaran yang nyata tentangku menyakitkan. Aku ingin terlindung dari hal tersebut.

Sumber: knoopjes.blogspot.com
Sumber: knoopjes.blogspot.com

Identifikasi diri dengan isi kesadaran

Psikolog transpersonal Steve Taylor mengamati bahwa dalam kehidupan nyata, sebagian besar waktu kita mengidentifikasi diri kita dengan pikiran kita. Kita sepertinya tidak bisa dengan mudah memisahkan diri dari hal tersebut. Kita membiarkan apa yang kita pikirkan menentukan suasana hati dan perasaan harga diri kita. Ketika kita melihat fantasi kita maka kita juga cenderung mengidentifikasi diri kita dengan hal tersebut juga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun