Mohon tunggu...
AMARILLA SYAWALANI
AMARILLA SYAWALANI Mohon Tunggu... Freelancer - (19170027) MPI ICP UIN MALANG

pejuang pemikir . pemikir pejuang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekolah Alam Menjunjung Tinggi Pendidikan Karakter

4 Maret 2020   23:10 Diperbarui: 4 Maret 2020   23:13 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sekolah alam seperti yang kita ketahui, merupakan sebuah inovasi baru bagi dunia pendidikan di Indonesia. Secara umum, sekolah alam dapat didefinisikan sebagai kegiatan belajar-mengajar yang banyak dilakukan di luar ruangan, dimana alam dijadikan objek sekaligus sarana pembelajaran, sehingga peserta didik banyak melakukan aktivitas yang berhubungan dengan fisik. Kalau dihitung, usianya mungkin baru sekitar satu dekade.

Inovasi tentang sekolah alam ini dipopulerkan di Inggris, meskipun penggagas aslinya berasal dari Denmark. Awalnya, sekitar pertengahan tahun 1990, Ella Flatau (Inggris), mendirikan sebuah taman kanak-kanak di hutan. 

Ia terinspirasi dari kesehariannya yang kerap bermain bersama anaknya dan anak-anak tetangganya di hutan, yang rupanya ide tersebut disambut dengan baik oleh masyarakat di lingkungannya yang berakhir para orang tua membujuk putra-putrinya untuk pindah ke pedalaman desa untuk belajar.

Tidak sampai di situ, idenya juga diadopsi oleh beberapa lembaga pendidikan di Denmark sekitar tahun 1970-1980. Sampai sekarang lebih dari sekitar sepuluh persen taman kanak-kanak di Denmark berada di hutan atau alam terbuka.

Sedangkan sekolah alam di Indonesia pertama kali digagas oleh Lendo Novo, seorang lulusan Magister Manajemen Sumber Daya Energi Institut Teknologi Bandung dengan ide meningkatkan kualitas belajar disekolah yang tinggi dengan harga terjangkau. 

Awalnya ia terinspirasi karena mengingat mirisnya biaya pendidikan yang bisa dibilang mahal saat ini dan hanya menomor satukan pembangunan infrastruktur sekolah bukan suprastrukturnya. 

Padahal menurutnya bukan infrastruktur yang dapat memajukan pendidikan bangsa, melainkan suprastruktur yang meliputi kualitas guru, metode belajar dan banyaknya referensi buku yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar. Selain Lendo, banyak juga perintis sekolah alam di Indonesia, salah satunya Loula Maretta, pendiri Sekolah Alam Cikeas.

Di Indonesia ini, sekolah alam memang menjadi salah satu dari sekian banyak alternative yang belum diketahui banyak orang, meskipun telah banyak akademisi yang mendorong para orang tua untuk menyekolahkan putra-putrinya di sekolah alam. 

Dari situs yang membahas tentang sekolah alam, laman Project Learning Tree, mengulas beberapa keuntungan bergabung dengan sekolah alam salah satunya kegiatan belajar mengajar dilakukan di alam terbuka (fun learning), dimana peserta didik lebih banyak mengalami daripada menghafal teori. 

Sekolah alam juga menekankan pembelajaran interaktif yang membuat peserta didik membuka imajinasi lebih lebar dan dapat berfikir lebih kreatif dan inovatif.

Tak bisa kita pungkiri lagi, sistem pendidikan di kebanyakan sekolah terkadang malah membuat peserta didik tertekan, dalam artian belajar dengan penuh keterpaksaan. Dimana mereka harus menghafal teori-teori yang membuat mereka terbebani, hal ini sangat kurang tepat untuk usia emas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun