Mohon tunggu...
Yoyo
Yoyo Mohon Tunggu... Buruh - Lorem ipsum dan lain-lain seperti seharusnya

Tour leader. Pengamat buku, kutu buku, penggila buku dan segala hal yang berbau buku.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Perang Framing Kasus Wiranto

11 Oktober 2019   01:32 Diperbarui: 11 Oktober 2019   21:06 4944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menko Polhukam Wiranto memberikan keterangan pers di Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Menko Polhukam Wiranto mengimbau kepada masyarakat utuk tidak lagi turun ke jalan memprotes Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Minerba telah ditunda, hingga situasi di Papua dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/pd.(ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Di setiap pilkada dan pilpres, para buzzer kebanjiran order. Berbeda dengan media mainstream, kelompok buzzer ini bukan hanya efektif dalam membuat framing bahkan juga bisa bermain kasar, misalnya dengan hate speech, hoaks, dan fitnah.

Ada banyak sekali kelompok buzzer di negeri ini. Kita bisa membangun sendiri atau menyewa cyber army sesuai dengan kebutuhan yang kita perlukan. Hehehehe.

Kerja para buzzer yang sangat efektif membuat mereka banyak disewa oleh sebuah kelompok untuk melawan pesaingnya. Akibatnya terjadilah perang antar buzzer dari dua kutub yang berlawanan.

Dalam kontestasi politik, keberadaan buzzer mulai dianggap meresahkan. Tempo bahkan dengan terang-terangan menyerang keberadaan buzzer dan mencurigai pemerintahlah yang mengendalikan buzzer tersebut. 

Mereka menuntut supaya pemerintah menertibkan keberadaan buzzer. Tapi saya berpendapat akan sulit sekali menertibkan keberadaan kelompok buzzer ini. 

Selama ada demand pasti ada supply. Dan demand untuk buzzer sepertinya semakin lama semakin tinggi. Kita tunggu kebijakan pemerintah untuk menertibkannya.

Kembali ke kasus Wiranto. Peristiwa yang dialami oleh menkopolhukam ini benar-benar terjadi. Wiranto jelas-jelas diserang oleh teroris. Ada videonya, ada saksinya dan ada barang buktinya. 

Ada lukanya dan ada pisaunya. Berbeda dengan kasus Ratna Sarumpaet yang hanya berdasarkan ceritanya saja. Tapi ada saja kelompok tertentu yang merasa dirugikan oleh peristiwa tersebut. 

Mereka mengatakan bahwa peristiwa Wiranto hanyalah rekayasa istana. Lalu perang framing kembali terjadi. Perag antar-buzzer kembali meletus.

Sebetulnya saya gak begitu peduli kalo framing-framing tersebut datangnya dari akun abal-abal. Gak ada gunanya kita mengurus akun abal-abal yang selalu menyebar hoaks dan fitnah. 

Namun saya cukup heran ketika tweet yang mem-framing peristiwa Wiranto datangnya dari seorang anak Amin Rais. Dia adalah seorang anggota DPRD dari DI Yogyakarta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun