"Yoyo!" Terdengar suara memanggil.
Saya menengok ke arah suara itu. Seorang perempuan dan seorang bule dengan tergopoh-gopoh menghampiri.
"Cindy!!! Kamu datang juga?" Hampir saja saya tidak mempercayai apa yang saya lihat.
Cindy dan Mark setengah berlari menuju ke tempat keluarga kami berkumpul. Cindy langsung memeluk saya dengan erat. Kami berpelukan lama sekali tanpa terlontar sepatah kata.
Akhirnya pelukan terlepas dan kini Mark yang memeluk saya dengan rasa keprihatinan atas kematian Papa.
"Maaf aku datang terlambat ya, Yo. Kami dari airport langsung ke rumah sakit tapi kalian sudah berangkat akhirnya kami langsung ke sini," kata Cindy.
"Iya nggak apa-apa, Cin. Bahagia sekali ngeliat kamu datang. Aku nggak menyangka sama sekali," kata saya terharu bukan main.
Sehabis berdoa di samping kuburan Papa, Cindy kembali memeluk saya. Hampir saja pertahanan saya ambrol. Dengan sekuat tenaga akhirnya saya bisa mencegah airmata keluar dari kelopak mata.Â
Masih sambil memeluk erat, Cindy bicara lagi, "Kamu tau nggak, Yo. Belakangan ini aku sering memimpikan papa kamu."
"Oh, ya? Bagaimana isi mimpinya?" tanya saya antusias.
"Nggak jelas juga. Kadang Papa kamu cuma muncul dan tersenyum lalu menghilang."