Mohon tunggu...
Yoshua Consuello
Yoshua Consuello Mohon Tunggu... Lainnya - Hello readers

Menulis itu seperti laut. Ketika kamu semakin menyelami, maka kamu akan semakin mencintai.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Optimalisasi Pengelolaan Tenaga Listrik untuk Mencapai Keadilan

14 Juli 2020   19:37 Diperbarui: 14 Juli 2020   19:37 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pendahuluan

Seperti air dan udara (oksigen), energi listrik bisa di katakan merupakan komponen yang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan manusia. Namun yang membedakan, jika air dan udara (oksigen) merupakan kebutuhan absolut dimana tanpa kedua komponen manusia tidak dapat mempertahankan kehidupannya, listrik bisa di tempatkan sebagai komplementer atau pelengkapnya. Karena tanpa listrik kehidupan manusia akan menghambat kegiatan yang di lakukan manusia.

Di sinilah dibutuhkan peran negara untuk mampu memenuhi sekaligus memastikan bahwa pengadaan listrik tersalurkan dengan merata, dan negara harus menjaga jangan sampai listrik yang notabene di peruntukkan untuk hajat hidup orang banyak yang muaranya untuk kemakmuran rakyat beralih menjadi lumbung bisnis yang orientasinya berubah menjadi mencari laba.

Pembahasan

Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 telah menggariskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, dimana konsepsi negara hukum yang sebelumnya identik dengan fungsi tradisional yang melekat untuk menjamin ketertiban dan keamanan juga dituntut berperan aktif dalam menyejahterakan kehidupan masyarakatnya dalam berbagai bidang kehidupan. Oleh karena itu Negara Hukum sangat erat sekali dengan perwujudan dari Negara kesejahteraan. Salah satu ciri negara kesejahteraan ini sendiri menurut Bachsan Mustafa adalah negara ikut campur dalam semua lapangan kehidupan masyarakat.

Jika kita manifestasikan ciri Negara Kesejahteraan dengan konteks pembahasan mengenai ketenagalistrikan ialah pemerintah harus mampu menyelenggarakan pengadaan listrik yang di dalamnya termasuk usaha penyediaan energi listrik mulai dari pembangkitan, transmisi, distribusi, hingga penjualan ke konsumen. 

Namun yang menjadi permasalahan pasca lahirnya UU Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan justru menghilangkan semangat founding fathers untuk tetap mempertahankan marwah sektor ketenagalistrikan sebagai salah satu cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, yang harus di kuasai negara,  sebab UU ini membuka keran keterlibatan pihak swasta nasional maupun asing untuk turut dalam penyediaan tenaga listrik di Indonesia.

Walaupun beberapa pasal telah di uji materilkan ke Mahkamah Konstitusi, MK pun tetap mengizinkan keterlibatan swasta (nasional maupun asing), BUMD, swadaya masyarakat maupun koperasi dalam penyediaan listrik sepanjang negara (pemerintah) masih memegang kendali terhadap pihak swasta tersebut. 

Disinilah menurut hemat penulis bahwa orientasi pemenuhan listrik sekarang bergeser dari public utilities menjadi business orientation. Karena bisa saja perubahan harga kebutuhan fundamentil ini sewaktu - waktu dapat meningkat tajam apabila keuntungan tidak sesuai dengan target yang telah di tetapkan bersama.

Selanjutnya penulis akan menyoroti kenapa sampai hati pemerintah perlahan mulai membiarkan pihak luar atau swasta ikut campur terhadap penyediaan listrik. Di samping PLN harus bergelut dengan permasalahan mencukupi ketersediaan listrik, dimana menurut data yang di keluarkan oleh Kemendesa PDTT terdapat sekitar 15 .000 kepala keluarga di 433 desa yang belum menikmati listrik. 

Jumlah desa itu tersebar di 4 provinsi, yakni Provinsi Papua (325 Kampung), di Papua Barat (102 Kampung), di NTT (5 Desa), dan Maluku (1 desa). Kendala yang di hadapi pun bermacam - macam ada yang karena kondisi geografis, bahkan untuk daerah di Papua petugas PLN membutuhkan pengawalan sebab suasana yang belum kondusif di akibatkan pergolakan yang terjadi terus - menerus disana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun