Mohon tunggu...
Yosi Prastiwi
Yosi Prastiwi Mohon Tunggu... Freelancer - Ibu rumah tangga

Hobi nulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Percakapan di Pemakaman

14 Desember 2020   07:10 Diperbarui: 18 Desember 2020   18:44 248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kerusuhan. Sumber gambar Kompas.

"Namanya Juang."

Aku terkejut. Menengok sosok di sebelahku. Perempuan tua itu seolah bisa membaca pikiranku.

Tanah di kuburan Juang terlihat baru. Guguran bunga meski layu menyisakan wangi kegamsedihan. Kedua ujungnya dibatasi dengan kayu penanda. Tertulis nama Juang berikut nama ayah dan masa hidupnya.

"Kasihan mati muda." Gumanku pelan.

"Mati tua pun kasihan jika tak beramal." Perempuan tua itu berkomentar.

Aku mengangguk demi menghormati nasehat perempuan itu. Kutaksir usianya lebih tua dari ibuku. Hampir seluruh rambutnya memutih sempurna. Kedua alisnya bertaut meski warnanya tak lagi hitam.

"Emang bener Bu, Juang meninggal dihajar oknum aparat?" Aku membuka obrolan.

Kukeluarkan kamera dari ranselku. Aku ambil beberapa kali gambar nisan Juang. Juga suasana sekitar pemakaman. Sebetulnya tugasku hanya mencari foto tambahan terkait korban.

Perempuan tua itu angkat bahu. Tak menjawab.

"Oh, saya kira ibu warga sini." Aku meminta maaf atas pertanyaanku.

Ku masukkan kembali kameraku. Lantas mengirim pesan ke Bayu, rekan seniorku.

[Udah dapet fotonya Bang. Aku langsung balik atau kemana lagi?]

Sent.

"Saya pendatang baru. Belum kenal Juang." Perempuan itu mengusap kayu nisan.

Aku ber-o pelan. Menjawab sekadarnya.

"Tinggalnya dimana Bu? Deket makam sini?" Tanyaku basa-basi. Kulihat di depan ada perumahan lama.

"Iya. Tuh di sana." Perempuan itu menunjuk jalan depan makam.

Aku mengangguk lantas berpamitan pulang. Perempuan itu tersenyum ganjil. Menyisakan wewangian bunga pada udara di sekitar kami.

Aku harus berjalan melewati beberapa blok makam sebelum mencapai gerbang. Di pojok depan ada makam baru selesai dikubur. Aku antri berjalan di belakang rombongan pelayat yang hendak pulang.

Aroma pandan dan wewangian menguar ketika aku lewat. Sekilas kutengok keluarga yang ditinggal. Seorang remaja memegang pigura foto seorang perempuan. Mungkin ibunya, pikirku lalu.

Langkahku mendadak berat. Jantungku berdetak kencang. Kuhentikan kaki dan kutengok sekali lagi. Perempuan tua itu tersenyum ganjil dari dalam pigura. Kulemparkan pandanganku ke makam Juang. Sepi. Tidak ada siapapun.

Tiba-tiba, aku kedinginan siang itu.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun