Mohon tunggu...
Yosi Avelina
Yosi Avelina Mohon Tunggu... Freelancer - Bismillah

Be kind to yourself

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kisah Penjaga Pintu Perlintasan Kereta

2 Juli 2021   13:52 Diperbarui: 19 Juli 2023   00:57 653
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Burhan sedang menjaga pintu perlintasan kereta di gang Haji Dul, Rabu (30/6), Depok.  (Foto: Yosi Avelina)

Depok - Sore itu, Rabu (30/6) dari kejauhan terdengar suara klakson Kereta Rel Listrik (KRL) yang sebentar lagi akan melintas. 

Seorang laki-laki bergegas menarik tali yang menghubungkan dua palang pintu sambil menjawab pesan yang ia terima melalui walkie talkie. Ia adalah Burhanudin yang biasa dipanggil Burhan.

Palang pintu manual yang terhubung dengan tali itu menutup jalan dari dua arah, sehingga tidak ada kendaraan yang bisa melintasi rel kereta. Tak lama kemudian, kereta dari arah Jakarta melintas. Hembusan angin kencang pun menyertai laju kereta tersebut.

Bisingnya suara kereta yang lewat sudah biasa didengarnya. Debu-debu beterbangan yang menghalangi pandangan pun ia rasakan setiap hari. Ketika panas terik, sambil mengawasi perlintasan kereta itu, dari jauh ia dapat melihat fatamorgana. 

Sebaliknya, ketika hujan deras, yang terlihat adalah kabut. Namun ia tak mengeluh, semua ia jalani dengan tulus dan ikhlas.

Setiap hari, Burhan menjaga dan mengawasi pintu perlintasan kereta di gang Haji Dul, Depok. Hal ini ia jalani sejak tahun 2003. 

Lokasinya memang bukan di jalan raya yang luas, tetapi di dalam sebuah gang yang cukup besar dan menjadi penghubung antara beberapa RW di kelurahan Bojong Pondok Terong. Oleh karena itu, volume kendaraan yang biasa melintas di jalan tersebut cukup padat.

Menjaga dan mengawasi pintu perlintasan kereta ini dilakukan secara bergantian dengan delapan orang temannya. Tetapi, biasanya saat bertugas, terutama ketika malam hari beberapa orang dari mereka juga ikut berkumpul dan berjaga. 

Burhan biasanya bertugas pukul 16.00 - 18.00 dan 21.00 - 23.00 WIB. Tetapi, jika di waktu lain ada teman yang berhalangan hadir, Burhan menggantikannya.

Dalam setiap pekerjaan, pasti ada kesulitan yang harus dihadapi dan dijadikan pengalaman. Begitu juga dengan Burhan, terkadang ia mengalami kesulitan saat menjaga dan mengawasi pintu perlintasan kereta.

"Kesulitannya bila jam sibuk pagi dan sore hari, maka harus dibantu oleh teman lain untuk mengatur perlintasan. Sebab volume kendaraan lumayan padat lebih dominan kendaraan motor," ujar pria berusia 42 tahun itu.

Sebagai seorang suami dan ayah dari tiga orang anak, tentu ia memilki tanggung jawab untuk mencari nafkah. Penghasilan dari menjaga dan mengawasi pintu perlintasan kereta hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Ia tak memiliki penghasilan tetap.

"Ada upah per hari, tapi tidak tetap. Upah per hari tidak menentu, bagaimana hasil yang kami terima dari pelintas saja," jelasnya.

Burhan juga menjelaskan, dalam menjalani tugas tidak ada pembagian upah. Setiap orang mendapatkan upah sesuai dengan jadwal masing-masing. Uang yang diterima oleh setiap individu saat bertugas, itulah upahnya.

Burhan dan teman-temannya pernah hampir kehilangan pekerjaan pada tahun 2019 ketika terjadi kecelakaan diperlintasan tersebut. 

Kereta jurusan Jakarta-Bogor menabrak sebuah minibus pada dini hari. Setelah kejadian itu, akses di pintu perlintasan kereta tersebut ditutup sementara.

"Pernah ditutup setelah terjadi kecelakaan, tapi tidak tutup total aksesnya. Yang boleh melintas hanya orang dan motor saja, Hanya beberapa bulan saja sampai proses dari kepolisian selesai," jelas Burhan.

Sambil menunggu proses dari kepolisian selesai, Burhan dan teman-temannya berusaha mengumpulkan dana dari para pejalan kaki dan pengguna motor yang bisa melewati perlintasan tersebut. 

Dana itu akan digunakan untuk membuka kembali pintu perlintasan kereta agar pengguna mobil juga dapat mengaksesnya.

Kejadian itu menjadi pelajaran penting bagi Burhan dan teman-temannya. Burhan mengatakan, saat kejadian dini hari itu, portal sudah tidak ada yang menjaga. 

Namun, seperti biasanya portal memang tetap dibuka, karena warga sekitar juga terbiasa lalu-lalang diperlintasan itu selama 24 jam. 

Sejak saat itu, mereka memperbaiki jadwal serta menutup dan mengunci portal (palang pintu kereta) mulai pukul 01.00 - 04.00 WIB agar kejadian tersebut tak terulang kembali.

Kesulitan yang dirasakan Burhan ternyata tak hanya saat banyaknya pengendara yang lalu-lalang di perlintasan tersebut, tetapi juga kondisi lokasi pintu perlintasan kereta yang terletak setelah tikungan. 

Hal ini mengharuskan Burhan dan teman-temannya untuk lebih waspada dan hati-hati ketika ada kereta dari arah Jakarta yang datang dan akan melintas. 

Karena, dari tikungan tersebut kereta seperti datang secara tiba-tiba dan dapat mengejutkan para pengguna yang akan menyeberangi lintasan kereta tersebut.

Kini, pintu perlintasan kereta di gang Haji Dul memang sudah dapat diakses kembali seperti semula. Hanya saja, Burhan berharap agar para pengguna dapat lebih saling mengerti dan menghargai para penjaga yang selalu berusaha menjalankan tugas dengan baik.

"Saya merasa yang melintas di portal adalah bos kami semua, karena mereka yang memberi kami upah, kami harus ramah, sopan, dan ikhlas," ungkap Burhan.

Tugas yang Burhan lakukan memang tidak mudah dan berisiko tinggi. Ia harus selalu waspada dan teliti, karena taruhannya adalah nyawa. Maka sudah sewajarnya, jika para pengguna dan petugas harus bisa saling mengerti dan menghargai satu sama lain.

"Harus, take and give," tutur Burhan. (YA)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun