Dari masa ke masa, sepak bola sudah mengalami beragam pergeseran. Mulai dari tren taktik sampai penggunaan teknologi, semuanya terjadi secara konsisten, hingga menjadi apa yang kita lihat sekarang.Â
Di satu sisi, ragam pergeseran ini menghadirkan beragam detail yang membantu berkurangnya kesalahan akibat "human error". Celah perilaku "nakal" di lapangan hijau pun bisa mulai ditutup.
Ternyata, di balik manfaat yang dihadirkan, ragam pergeseran dan modernitas dalam sepak bola juga membawa efek samping.Â
Disadari atau tidak, sepak bola modern telah menjadi semakin mekanis, dan membatasi ruang improvisasi pemain secara individu. Alhasil, semakin sedikit pemain bertipikal "Fantasista" alias nomor punggung 10, yang benar-benar mencuat.
Setelah Lionel Messi dan Neymar menapak usia senja sebagai pemain, belum ada lagi pemain berkualitas setara, yang bisa berdiri sendiri, sebagai pengatur tempo dan pembagi bola di lapangan hijau. Paling umum, pemain bertipikal kreatif berduet bersama gelandang petarung, dengan Thom Haye dan Joey Pelupessy di Timnas Indonesia sebagai kombinasi yang belakangan viral di sepak bola nasional.
Di sepak bola Eropa, ada duet Ryan Gravenberch dan Alexis MacAllister, yang muncul sebagai motor baru di lini tengah Liverpool. Meski gaya main Gravenberch cukup "halus" untuk ukuran gelandang jangkar, pemain asal Belanda itu telah menghadirkan perspektif berbeda untuk pemain di posisinya.
Kombinasi dua karakter seperti ini menjadi satu tipikal umum, di tengah tren permainan yang makin mengedepankan kecepatan, etos kerja tinggi, dan kerja sama tim. Pada titik tertentu, masalah kebosanan dan sejenisnya memang belum ada, karena permainan intens terasa menyenangkan untuk dinikmati.Â
Tapi, ketika situasi ini terlalu dominan, rasa senang ini rawan berubah menjadi rasa bosan. Saat masih eksis, termasuk di era modern, pemain bertipikal nomor punggung 10 biasa hadir, lewat improvisasi dan kejutan-kejutannya.
Sebelum Neymar, Brasil era modern pernah punya Ronaldinho dan Kaka yang punya visi bermain plus gocekan aduhai. Lionel Messi di Argentina juga biasa menghadirkan sisi "lentur" lewat visi bermain dan sisi ajaib, di balik sisi taktis Timnas Argentina, seperti halnya seni "La Pausa" ala Juan Roman Riquelme di era 2000-an.