Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Sisi Jujur Sebuah Kekalahan

10 Januari 2023   21:03 Diperbarui: 10 Januari 2023   21:13 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kekalahan 0-2 Timnas Indonesia atas Vietnam di semifinal Piala AFF 2022 membuat mimpi meraih trofi Piala AFF perdana buat Indonesia kembali sirna. Tapi, ada satu hal yang membuatnya tetap punya sisi positif.

Tanpa bermaksud menghibur diri, disadari  atau tidak kegagalan kali ini justru membuka sudut pandang sebagian pecinta sepak bola nasional, khususnya soal seberapa parah keruwetan yang ada.

Dari kompetisi liga yang semrawut, bahkan  menjadi satu penyebab awal Tragedi Kanjuruhan, federasi yang bobrok, sampai persiapan yang tidak maksimal. Semuanya sudah dikuliti sampai tuntas.

Uniknya, tidak banyak narasi yang hanya menyalahkan pelatih Shin Tae-yong dan meminta PSSI mengganti pelatih. Kalaupun ada, saran yang muncul cenderung bercanda, karena pelatih asal Korea Selatan itu dinilai layak untuk mendapat kesempatan lebih baik di tim lain.

Berhubung kontraknya akan selesai di tahun 2023 ini, kesempatan itu jelas cukup terbuka. Bahkan, dalam beberapa kesempatan, Vietnam disebut tertarik mengontraknya, untuk mengisi pos lowong yang ditinggal Park Hang Seo seusai Piala AFF.

Oke, ini masih sebatas rumor, tapi kalau ternyata benar-benar terjadi, seharusnya ini jadi satu tamparan memalukan buat PSSI. Penyebabnya, pelatih yang dianggap "gagal" justru digaet tim rival, yang progresnya justru sudah setingkat di atas.

Di luar urusan pelatih dan kompetisi, kekalahan ini juga menampilkan secara jujur, seberapa jauh perkembangan sepak bola di Asia Tenggara, dan ada di mana level kualitas aktual sepak bola nasional.

Soal hasil akhir, Marc Klok dkk memang masih bisa menahan imbang Thailand dan Vietnam, plus menang 7-0 atas Brunei Darussalam. Tapi, kemenangan 2-1 atas Kamboja dan Filipina jelas menunjukkan, level kedua negara itu tidak jauh beda, kalau tidak boleh dibilang seimbang dengan Tim Garuda.

Kalau situasi itu tidak diseriusi, rasanya tidak mengejutkan kalau di masa depan, lolos dari fase grup Piala AFF saja bisa jadi semakin sulit dicapai.

Hal lain yang bisa kita lihat bersama adalah keberadaan pemain-pemain keturunan atau naturalisasi, yang sudah rutin sejak sedekade terakhir. Mereka terlihat mampu menambah kekuatan Timnas Indonesia.

Itu secara kasat mata, kalau dilihat lebih teliti, ini adalah satu cara tambal sulam. Kalau kualitas sepak bola nasional memang bagus, pencarian pemain-pemain naturalisasi atau keturunan tidak akan gencar dilakukan.

Tidak perlu repot-repot melobi langsung si pemain dan keluarganya, mereka akan datang sendiri. Seperti sering kita lihat di tim nasional Prancis, Jerman atau Belanda.

Maka, ketika ada narasi-narasi terlalu optimis tapi lupa diri, seperti yang sering kita lihat di media, maka kekalahan adalah medium penyadaran yang bagus.

Kesadaran seperti inilah yang seharusnya perlu lebih dibiasakan. Media kerap membuat "hype" berlebihan, tapi realitanya masih jauh panggang dari api.

Sayang, kesadaran positif di kalangan pecinta sepak bola nasional ini bisa jadi percuma, sepanjang tak ada pembaruan pola pikir dan personel di kepengurusan PSSI, selaku induk sepak bola nasional.

Selama sistem dan kekurangan yang ada tidak dibenahi, mungkin momen pahit seperti kekalahan di Hanoi masih akan rutin terulang. Seperti sajian segelas kopi hitam tanpa gula di pagi hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun