Di saat harga-harga terus naik, di saat itu juga isi dompet rakyat makin tercekik. Padahal, daripada menambah beban rakyat, pemerintah bisa melakukan efisiensi, khususnya di lembaga-lembaga negara yang kinerjanya tidak efektif, termasuk lembaga yang rajin membuat gaduh.
Jadi, daripada mengajak rakyat untuk "laku prihatin", pemerintah seharusnya lebih dulu memberi contoh, dengan mereformasi, termasuk membubarkan lembaga-lembaga negara yang bermasalah, supaya bisa berkinerja lebih efisien dan efektif. Lebih baik jumlahnya sedikit tapi kinerjanya optimal.
Jika para pejabat dan wakil rakyat memang berkomitmen mengabdi untuk rakyat, seharusnya mereka sudah "selesai" dengan ego masing-masing. Kalau ternyata belum, berarti ada yang salah di sana.
Sudah lembaganya tidak efisien dan terlalu banyak makan anggaran, ada personel yang tidak kompeten juga. Kapan majunya?
Jika pemerintah mau "laku prihatin" tanpa terus membebani rakyat, dan sukses melakukannya, ini akan jadi teladan yang bagus di bawah. Tidak ada lagi bos yang dengan enaknya melakukan PHK besar-besaran tapi berhura-hura setelahnya. Persis seperti kata pepatah, "Guru kencing berdiri, murid kencing berlari".
Pada saat seperti inilah, "revolusi mental" yang dulu pernah jadi jargon seharusnya bisa dilakukan, dan negara bisa menjadi teladan baik buat rakyatnya.
Sudah saatnya personel di lembaga kenegaraan dipilih berdasarkan kompetensi, bukan jatah kursi. Selama jatah kursi masih jadi acuan, tidak banyak yang bisa diharapkan, kecuali lelucon absurd yang datang tanpa putus.