Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Sebuah Proses Melawan Toksisitas

10 Agustus 2022   01:09 Diperbarui: 10 Agustus 2022   01:29 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era kekinian, kata "toxic" atau toksik menjadi satu hal umum yang cukup banyak dibahas. Seiring makin berseminya perhatian pada isu kesehatan mental, bahasan dan perhatian pada hal-hal yang bersifat toksik ikut bersemi.

Salah satu penyebabnya, toksisitas yang ada di sana merupakan satu penyebab utama masalah kesehatan mental. Dari yang awalnya dianggap hal biasa, lama kelamaan berdampak negatif.

Misalnya, seseorang yang berada di sekeliling orang-orang "dominan" kadang akan merasa inferior saat harus berekspresi. Karena "dipaksa" terbiasa mendengar dalam frekuensi lebih tinggi dari seharusnya, mereka justru gagap saat seharusnya bisa bertukar posisi.

Gagap yang saya maksud disini adalah, mereka tahu apa yang perlu dikatakan di dalam kepala, tapi mendadak bingung dan mati langkah saat harus mengatakan. Akibatnya, apa yang harus dikatakan justru tidak terkatakan, minimal tidak tersampaikan secara tuntas.

Jujur, situasi ini cukup menakutkan. Apalagi, orang-orang yang terbiasa dominan kadang menaruh posisi diri lebih tinggi, dan punya perspektif yang tidak boleh diganggu gugat.

Sekalipun menyebut diri terbuka pada kritik dan saran, mereka umumnya punya sisi defensif yang agresif. Dalam artian, jika ada sedikit saja sikap kritis, mereka akan berusaha bertahan dengan menyerang balik habis-habisan.

Walaupun mereka salah, kesalahan itu akan sebisa mungkin disulap jadi sebuah kebenaran. Minimal, mereka akan memaksa kita untuk menelan bulat-bulat. Situasinya mirip seperti satu rumus propaganda terkenal: "kebohongan yang disampaikan berkali-kali adalah satu kebenaran".

Situasi akan lebih runyam, kalau orang-orang ini berusaha mengontrol kita sampai detail terkecil, atau menunjukkan "superioritas" mereka, entah lewat gestur atau yang lainnya. Saya kadang merasa bingung, entah apa bagian yang menyenangkan di sini, karena jujur saja ini menakutkan.

Tidak ada ruang untuk bebas jadi diri sendiri, karena ada orang yang bisa jadi dirinya sendiri, tapi justru coba membuat orang lain jadi seperti dirinya.

Saya sendiri pernah mengalami situasi menakutkan ini cukup lama, sebelum akhirnya didorong psikolog untuk lebih berani berekspresi saat dibutuhkan, entah dalam bentuk lisan atau tulisan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun