Bicara soal pandemi Corona, ada satu hal, yang mirip pedang bermata dua, yakni ketersediaan informasi. Saya sebut demikian, karena satu hal ini bisa mendatangkan efek positif dan negatif sama kuatnya.
Dari sudut pandang positif, ketersediaan informasi adalah satu berkah. Berkah itu makin melimpah, karena teknologi informasi sudah sedemikian maju.
Otomatis, informasi bukan lagi hanya milik segelintir orang, tapi sudah menjadi milik khalayak. Tak peduli apa pekerjaan dan status sosialnya, semua orang bisa mendapat informasi sesuai kebutuhan dan keinginan masing-masing.
Seharusnya, ini bisa membuat situasi lebih mudah dikontrol, karena dengan melimpahnya informasi, setiap orang tak lagi bingung. Mereka sudah tahu, apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.
Sayangnya, informasi yang melimpah ini ternyata juga bisa menjadi sumber masalah. Terlalu banyaknya informasi ternyata juga menghadirkan kebingungan, karena banyak yang masih harus dipilah-pilah.
Maklum, informasi kadang datang dari sumber yang memang terpercaya, tapi kadang juga bisa datang dari sumber antah-berantah. Semua bisa membaur jadi satu, dan mudah viral.
Belum lagi, jika informasi tersebut bisa membuat seseorang menjadi panik atau mengalami perasaan tertekan secara konstan.
Misalnya, saat ada kabar sakit bahkan meninggalnya kerabat atau handai taulan secara beruntun. Kebetulan, seiring meningkatnya jumlah kematian, dan masih tingginya angka kasus baru penderita COVID-19, kabar kurang baik terus berdatangan.
Ini jelas menghadirkan rasa jenuh jika dibiarkan saja. Apalagi, masih ada serangkaian masalah lain yang belum beres. Entah tagihan listrik, keterlambatan gaji, dan entah apa lagi.
Celakanya, informasi yang sangat banyak ini disampaikan di berbagai macam platform media. Dari pagi sampai pagi lagi, ada saja informasi yang datang.