Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Final Macam Apa Ini?

30 Mei 2021   05:24 Diperbarui: 30 Mei 2021   07:00 1288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Selebrasi juara Liga Champions skuad Chelsea (Telegraph.co.uk)

Judul di atas mungkin terdengar agak sarkastik, tapi inilah keheranan yang terlintas di pikiran saya, segera setelah final Liga Champions berakhir dengan kemenangan Chelsea, Minggu (30/5, dinihari WIB).

Dalam partai yang dihelat di Stadion Do Dragao ini, Chelsea menang 1-0 atas Manchester City, berkat gol tunggal Kai Havertz di akhir babak pertama.

Secara hasil akhir, ini membuat Chelsea sukses meraih trofi Liga Champions kedua sepanjang sejarah klub, dan menjadi penutup manis dari sebuah musim penuh turbulensi. Maklum, Chelsea sempat mengalami pergantian pelatih di pertengahan musim, saat Thomas Tuchel datang menggantikan Frank Lampard.

Tapi, jika melihat jalannya pertandingan, ini adalah final paling aneh yang pernah saya lihat. Dari segi permainan, tak ada variasi taktik yang benar-benar membuat pertandingan jadi lebih hidup, karena semua sudah serba diantisipasi.

Chelsea menjalankan taktik pertahanan berlapis dengan strategi serangan balik cepat. Formasi lima bek dan garis pertahanan rendah yang mereka terapkan sukses membuat City mati kutu.

Tak ada tembakan yang benar-benar memaksa kiper Edouard Mendy sibuk melakukan penyelamatan, karena para pemain Chelsea bertahan sangat rapat, seperti memarkir sebuah truk kontainer di depan gawang.

Satu-satunya tontonan bagus yang disuguhkan hanya gol Kai Havertz, yang dengan jeli memanfaatkan celah terbuka di pertahanan City, dan menggocek Ederson, sebelum akhirnya menceploskan bola ke gawang kosong.

Selebihnya, hanya tersaji pemandangan di mana City mengontrol penguasaan bola, tapi Chelsea mampu mengontrol situasi. Boleh dibilang, pertandingan praktis selesai setelah Havertz mencetak gol, karena City sudah benar-benar dibuat buntu sejak kick off laga yang juga jadi panggung pamungkas Sergio Aguero bersama City.

Pendekatan taktis Pep Guardiola, diredam juga oleh pendekatan taktis Tuchel. Pertarungan taktik ini awalnya terlihat menarik, tapi karena terlalu taktis, pertandingan final Liga Champions ini malah jadi tidak menarik.

Secara skor akhir, Chelsea menang, tapi secara kualitas permainan di pertandingan setingkat final Liga Champions, kedua tim sama-sama kalah. City kehilangan kreativitas, dan Chelsea beruntung karenanya.

Pemandangan "kacau" di kota Porto ini semakin sempurna, karena kedua tim sama-sama punya pemain yang diganti karena cedera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun