Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bukan Sepenuhnya Salah Andrea Pirlo

26 April 2021   22:11 Diperbarui: 29 April 2021   02:26 922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andrea Pirlo (Getty Images via Goal.com)

Judul di atas adalah satu "penilaian" tentang kiprah Juventus musim ini. Benar, tim dari kota Turin ini menjalani musim yang cukup kacau, meski memenangkan Piala Super Italia dan lolos ke final Coppa Italia.

Disebut kacau, karena Cristiano Ronaldo dkk yang sebelumnya begitu digdaya di liga, justru tercecer di posisi empat klasemen sementara Liga Italia. Di perdelapan final Liga Champions Eropa, mereka kalah agregat gol tandang dari FC Porto (Portugal).

Jika melihat bagaimana perjalanan Tim Zebra musim ini, banyak pihak yang akan langsung menjadikan pelatih Andrea Pirlo sebagai kambing hitam. Maklum, materi tim ini sebenarnya relatif tak banyak berubah.

Masalahnya, kekacauan ini bukan sepenuhnya salah Pirlo. Memang benar, Sang Metronom masih terlalu hijau untuk melatih tim sekaliber Juventus.

Meski dirinya disebut sebagai salah satu lulusan terbaik Converciano, sekolah kepelatihan Italia yang tersohor itu, performa tim di lapangan malah menunjukkan sebaliknya.

Benar, ia paham seluk-beluk klub karena pernah bermain di sana, tapi menjadi pelatih jelas lain cerita. Apalagi, jika tim itu diisi pemain bintang dan ekspektasi tinggi tiap musimnya.

Mungkin, manajemen Juventus berharap, Pirlo bisa sesukses Carlo Ancelotti di AC Milan, Pep Guardiola di Barcelona, Diego Simeone di Atletico Madrid, atau Antonio Conte di Juventus. Mereka sama-sama pemain legendaris yang sukses meraih trofi saat jadi pelatih.

Masalahnya, keempat nama beken di atas sama-sama memulai perjalanan di tempat lain. Ancelotti sebelumnya melatih Reggiana, Parma dan Juventus, Pep melatih Barcelona B, Simeone melatih San Lorenzo di liga Argentina, dan Conte melatih AC Siena.

Contoh lain yang paling sukses, tentu saja Zinedine Zidane, yang menjadi pelatih Tim Real Madrid Castilla dan menjadi asisten pelatih tim utama, sebelum memboyong berbagai trofi ke Santiago Bernabeu.

Aman dikata, mereka memulai karir kepelatihan dari bawah, dan berproses di sana. Jadi, saat menapak level berikutnya, mereka dalam kondisi benar-benar siap. Alhasil, prestasi pun datang, karena memang sudah sewajarnya.

Ini berbeda dengan Pirlo, yang seperti "dikarbit" manajemen Juve. Seperti diketahui, legenda Timnas Italia awalnya dikontrak sebagai pelatih tim U-23 Juve, yang berkompetisi di kasta ketiga Liga Italia.

Awalnya, ini terlihat menarik. Juve seperti ingin coba meniru apa yang dilakukan Barca pada kasus Pep. Sayangnya, tak sampai dua pekan setelah mulai bertugas, Pirlo langsung dipromosikan sebagai pelatih tim utama, menggantikan Maurizio Sarri yang dipecat.

Hasilnya, Juve terlihat limbung. Mereka memang bisa menampilkan gaya main atraktif yang cukup enak ditonton. Persis seperti apa yang diharapkan manajemen klub dan sebagian fans.

Tapi, gaya main atraktif ini berasal dari ide yang belum benar-benar teruji di lapangan. Jadi, wajar jika masih ada kekurangan di sana-sini, karena eksperimen masih terus dilakukan.

Kalau sudah begini, rasanya sulit untuk mengharapkan Si Nyonya Tua meraih hasil maksimal, karena formula ideal masih belum ditemukan. Jika nantinya Pirlo bertahan, musim ini akan jadi "masa eksperimen taktik" nya, dengan posisi empat besar dan trofi Coppa Italia sebagai sekoci penyelamat.

Jika manajemen klub bisa sesabar itu, rasanya musim depan akan jadi ajang penentu nasib Pirlo sesungguhnya. Jika eksperimen taktik musim ini bisa menghasilkan racikan taktik ampuh, tim ini akan jadi lawan yang sulit dikalahkan.

Andai kenyataan berkata lain, agaknya kita akan bersiap melihat tim yang akan dibangun ulang. Entah secara materi pemain, atau konsep taktik permainan.

Meski terkesan seperti bongkar pasang, apa yang terjadi di Allianz Arena dua tahun terakhir ini adalah satu kewajaran. Juventus dan Juventini sudah terlanjur penasaran dengan trofi Liga Champions Eropa, dan ingin meraihnya dengan cara main enak dilihat.

Mereka ingin mewujudkannya, sekalipun harus bergonta-ganti pelatih, bongkar pasang tim, yang akan membuat tim beresiko terjebak di satu siklus stagnasi. Menarik ditunggu, bagaimana kelanjutan kiprah Andrea Pirlo sebagai pelatih Juventus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun