Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Melihat Kembali Sebuah "Loyalitas"

2 Maret 2021   04:56 Diperbarui: 2 Maret 2021   05:07 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Maldini, Totti, Puyol dan Giggs (Marca.com)

Di dunia kerja, loyalitas menjadi satu kata kunci, sekaligus tolok ukur kualitas disamping kinerja. Semakin loyal seseorang, maka ia dianggap semakin berkualitas.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), loyalitas sendiri bersinonim: kepatuhan; kesetiaan.

Meski punya dua sinonim, loyalitas cenderung diasosiasikan dengan kesetiaan. Alhasil, muncul ungkapan "loyalitas tanpa batas".

Tapi, jika ditelaah lagi, ungkapan ini sebetulnya agak salah kaprah. Bukan bermaksud mendiskreditkan, tapi kesetiaan pun sebenarnya tetap punya batas yang tak bisa dilawan.

Contoh paling kelihatan adalah umur. Sebesar apapun kesetiaan seseorang, pada akhirnya ia akan dibatasi oleh usia pensiun, atau keputusan (pribadi maupun institusi) atas status mereka.

Mau tak mau, semua harus berakhir. Kalaupun bisa berlanjut, tentu perannya akan berbeda, karena menyesuaikan dengan keadaan.

Sebagai contoh, di sepak bola, kita bisa melihatnya pada empat sosok "one man club", yakni Fransesco Totti (AS Roma), Ryan Giggs (Manchester United), Carles Puyol (Barcelona) dan Paolo Maldini (AC Milan).

Seperti diketahui, keempatnya sama-sama bermain di satu klub sampai pensiun. Setelah pensiun, mereka melakoni peran berbeda, meski masih di klub yang sama.

Ada yang duduk di pos direksi, ada yang menjadi asisten pelatih, dan ada juga yang menjadi duta klub.

Di sini, kesetiaan memang masih terlihat, tapi jika keputusan klub atau pribadi berkata lain, kesetiaan itu menjadi sebuah kepatuhan.

Contohnya, saat Giggs memilih hengkang dari Old Trafford karena tak ditawari pos asisten pelatih oleh Jose Mourinho. The Welsh Wizard akhirnya berganti peran menjadi duta klub, sebelum akhirnya menjadi pelatih Timnas Wales.

Contoh lainnya ada pada Totti, yang sempat duduk di jajaran direksi klub. Kebersamaan sang legenda dan Si Serigala harus berakhir, setelah ada ketidakcocokan dengan James Palotta, sang pemilik klub.

Meski berbeda nasib setelah pensiun dari lapangan hijau, loyalitas mereka selama bermain tetap banyak diapresiasi, karena selalu hadir dalam susah maupun senang.

Pergeseran makna loyalitas, dari kesetiaan menjadi kepatuhan makin terlihat jelas di masa pandemi seperti sekarang. Banyak orang "setia" yang harus "patuh" pada keputusan akhir perusahaan, meski keputusan itu tak sesuai harapan.

Di sini, loyalitas bukan sesuatu yang permanen, karena ia bisa berubah seiring waktu. Satu-satunya yang tetap hanya rasa hormat dan apresiasi terhadap dedikasi selama bertugas.

Pada akhirnya, loyalitas hanya sebentuk sikap profesional, karena tetap ada batasan. Ada kesetiaan, yang pada akhirnya berubah menjadi kepatuhan, saat harus berganti peran, atau bahkan berpisah. Bagaimanapun, setiap awal pasti akan bertemu akhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun