Sebaliknya, yang posisinya lebih rendah pun tak akan minder, apalagi sampai menjilat secara berlebihan, karena kedekatan yang ada memang murni, tanpa melihat atribut apapun. Apapun kondisi dan perbedaannya, semua tetap baik-baik saja.
Tapi, jika dasar dari kedekatan itu sudah menyimpang, ada sekat pembatas yang tercipta. Mereka yang merasa berderajat lebih tinggi (walau kenyataannya tidak) akan terlihat angkuh, dan menjaga jarak dengan yang lain, sambil berusaha saling mencari celah, untuk menjatuhkan atau bergunjing satu sama lain.Â
Satu-satunya perekat hubungan hanya kepentingan dan kebutuhan sampai semua beres sesuai rencana. Sekali berarti sudah itu mati.
Selama berasal dari hati dan murni, "kedekatan" dalam sebuah hubungan personal akan membawa manusia ke arah positif, karena ia benar-benar melihat manusia sebagai manusia, lengkap dengan segala hal yang dimilikinya.Â
Sebuah "kedekatan" akan memberi efek negatif, jika sudah menyimpang sejak awal, karena ia hanya menganggap manusia sebagai sumber informasi, pion catur, atau mesin cetak uang.
Pada akhirnya, "kedekatan" dalam sebuah hubungan menjadi satu cerminan. Mereka yang mau (dan selalu) memanusiakan manusia, akan selalu diperlakukan selayaknya manusia.
Tapi mereka yang memperlakukan manusia sebagai alat, pada saatnya nanti akan bernasib sama dengan sikap mereka, seperti kata pepatah lama Belanda:
"Ze sterven niet, ze kwijnen wegzaam langzaam weg"
(Mereka tidak mati, mereka layu, merana perlahan-lahan)