Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Sudahlah, Prabowo!

22 Mei 2019   11:52 Diperbarui: 22 Mei 2019   12:30 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Judul di atas, adalah reaksi saya, setelah mengetahui hasil rekapitulasi penghitungan suara Pilpres 2019, Selasa,  (21/5). Seperti diketahui, Pemilu 2019 menetapkan paslon nomor urut 01 (Joko Widodo- K.H. Ma'ruf Amin) sebagai pemenang, dengan perolehan 55,5% suara, unggul 11 persen dari paslon nomor urut 02 (Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, 44,5%). Pertanyaannya, kenapa saya bereaksi demikian?

Karena, Prabowo sukses membuat "hat-trick" kekalahan di Pilpres, dalam tiga Pemilu beruntun (2009, 2014, dan 2019). Untuk yang pertama dan kedua, kekalahan Prabowo mungkin bisa dipahami sebagai salah satu alasan, kenapa ia mencalonkan diri lagi tahun ini. Kedua kegagalan itu adalah pengalaman pertamanya, masing-masing sebagai cawapres dan capres. Jadi, wajar jika ia penasaran.

Tapi, kekalahan di pilpres kali ini justru menunjukkan, kenapa Prabowo tak berjodoh dengan kursi RI 1, dan sudah saatnya ia berhenti mengejar mimpi yang satu ini. Ada beberapa faktor yang membuatnya terlihat masuk akal.

Pertama, pada pilpres kali ini, Prabowo (dan koalisi pendukungnya) masih saja memakai pendekatan yang mirip dengan pilpres sebelumnya. Ada narasi menggebu-gebu, dengan atraksi "gebrak meja" sebagai bumbunya. Terlihat bersemangat, tapi kering gagasan atau program konkret yang masuk akal.

Mungkin, Prabowo ingin berusaha mengedepankan image "tegas" di depan publik. Kebetulan, Prabowo adalah seorang berlatar belakang militer, dunia yang dikenal "tegas". Sayang, pada saat bersamaan ia terlalu "nge-gas". Padahal, tegas itu tak harus selalu "nge-gas".

Malah, ketegasan ini seperti hanya menjadi kamuflase, untuk menutupi rasa bingung, terkait apa yang akan dikerjakannya, andai terpilih menjadi presiden. Di sini, kita bisa melihat dari kegagapan Prabowo saat debat pemilu, khususnya pada hal-hal bersifat teknis terkait program pemerintah.

Bicara soal tegas, kita tentu ingat, bagaimana ketegasan versi Orde Baru: Pak Harto hanya bicara seperlunya, bahkan punya julukan "The Smiling General" di mata internasional, merujuk pada latar belakang militer dan senyuman khasnya. Tapi, sejarah mencatat, terlepas dari betapa represif dan korupnya rezim ini, ada kontrol dan ketegasan luar biasa kuat di dalamnya, tanpa sikap "nge-gas" yang berlebihan.

Kedua, di pilpres kali ini, sikap Prabowo masih seperti pilpres sebelumnya: mengklaim kemenangan sebelum hasil akhir resmi diketahui, tapi tak mau langsung menerima dengan ikhlas, saat kenyataan berkata lain. Terbukti, kubu Prabowo kali ini bersiap menggugat hasil pilpres ke Mahkamah Konstitusi, seperti yang ia lakukan pada pilpres 2014. Jelas, ini bukan teladan yang baik untuk ditiru masyarakat luas, dari seorang tokoh nasional sepertinya.

Ketiga, Prabowo tak menampilkan peningkatan berarti dibanding sebelumnya. Gagasannya terlalu "usang" untuk era kekinian. Bahkan, ia sempat kebingungan, saat muncul pertanyaan dengan istilah "unicorn" . Pertanyaannya, apa saja yang ia lakukan dan persiapkan selama lima tahun terakhir?

Jujur saja, pendekatan yang digunakan Prabowo (dan koalisi pendukungnya), baik di pilpres 2014 maupun 2019, sungguh menjengkelkan. Kegaduhan politik yang terus saja muncul dan polarisasi  di masyarakat sukses membuat suasana menjadi tegang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun