Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

"Edy Out" Saja Tak Cukup

20 November 2018   05:35 Diperbarui: 2 Desember 2018   02:32 860
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa bulan terakhir, muncul desakan agar Letjen (Purn) Edy Rahmayadi turun dari jabatannya sebagai Ketua Umum (Ketum) PSSI. Awalnya, desakan ini muncul, tak lama setelah mantan Pangkostrad ini dilantik menjadi Gubernur Sumatera Utara, awal September silam. Kekhawatiran publik sepak bola nasional, akan terpecahnya fokus sang jenderal jadi penyebab. Selain itu, posisinya yang rangkap jabatan dinilai rawan konflik kepentingan. Apalagi, dirinya juga aktif dalam struktur kepengurusan klub PSMS Medan.

Awalnya, sikap publik sepak bola nasional agak terbelah. Karena meski kompetisi sepak bola nasional (Liga 1 atau kasta dibawahnya) masih carut-marut, kesuksesan Timnas U-19 dan U-16 menjadi perempatfinalis di level Asia, plus berjayanya Timnas U-16 di level ASEAN (juara Piala AFF U-16 tahun 2018), menjadi sebuah prestasi yang tak bisa ditepikan begitu saja. Alhasil, berbagai upaya yang sudah dilakukan, seperti petisi online atau tagar #EdyOut di dunia maya hanya jadi angin lalu.

Tapi, desakan itu belakangan kembali mengemuka, setelah performa Timnas Indonesia memble di ajang Piala AFF 2018. Performa jeblok tim asuhan Bima Sakti akibat persiapan alakadarnya, dan serba kacau di berbagai sisi menjadi penyebabnya. Jelas, manajemen yang buruk dari PSSI membuat semua kekacauan ini terlihat normal. Desakan itu dipastikan akan makin kuat, andai Evan Dimas dkk benar-benar angkat koper di fase grup Piala AFF 2018.

Gilanya, dalam situasi seperti ini, PSSI tanpa malu-malu (seperti biasanya) berlindung dibalik ekspektasi tinggi publik sepak bola nasional, dengan mematok target juara Piala AFF 2018. Jadi, kalau Tim Garuda kembali gagal, dengan memasang wajah polos, PSSI akan mengatakan, kegagalan ini bukan salah mereka. PSSI hanya mewakili harapan besar publik. Padahal, PSSI lah yang seharusnya bertanggung jawab, karena mereka adalah induk tertinggi sepakbola nasional. Baik-buruknya prestasi Timnas Indonesia, adalah buah dari program yang mereka jalankan.

Di sini, saya melihat desakan "Edy Out" adalah satu hal yang percuma. Karena, PSSI pada dasarnya sudah bermasalah di berbagai sektor, bukan hanya ketumnya. Pembinaan pemain muda, perwasitan, dan berbagai masalah lainnya di sepak bola nasional dengan jelas menunjukkan, PSSI memang bermasalah secara keseluruhan. Karena, semua masalah ini tak mungkin ada, kalau kondisi PSSI selaku perencana, penanggung jawab, dan pelaksana program sepak bola nasional tidak bermasalah.

Sekadar mengingatkan, di masa lalu, publik sepak bola nasional juga pernah melakukan upaya serupa, saat melengserkan Nurdin Halid dari posisi Ketum PSSI. Oke, upaya ini berhasil. Tapi masalah yang sama tetap saja muncul, siapapun ketumnya. Karena, struktur kepengurusan PSSI masih dihuni pemain lama, atau orang baru yang meneruskan semua kebobrokan sistem yang sudah ada, tanpa ada upaya untuk memperbaikinya. Alhasil, pergantian Ketum PSSI hanya menghasilkan sebuah siklus "lingkaran setan". Tak ada perubahan, hanya ada masalah yang selalu terulang.

Jadi, daripada mengulang kembali siklus "lingkaran setan" dengan mengganti Ketum PSSI, ada baiknya kita menyerukan "install ulang PSSI". Supaya, perbaikan benar-benar terwujud. Syaratnya, orang-orang yang nantinya duduk di kepengurusan PSSI, harus mereka yang memang kompeten di bidangnya, dan tahu persis apa saja masalah persepakbolaan Indonesia, lengkap dengan cara mengatasinya.

Untuk contoh suksesnya, kita bisa melihat bersama, pada apa yang terjadi di HNS (PSSI-nya Kroasia). Di bawah kepemimpinan Davor Suker (eks pemain Real Madrid dan legenda sepak bola Kroasia), Vatreni mampu menjadi finalis Piala Dunia 2018. Prestasi ini tak akan dicapai, jika tata kelola HNS amburadul seperti PSSI saat ini. Inilah yang seharusnya bisa mulai diterapkan juga di Indonesia.

Saran saya ini memang terlihat ekstrim. Tapi, cepat atau lambat ini harus dilakukan. Terutama jika sepak bola nasional ingin mencapai suatu kemajuan nyata. Karena, PSSI sekarang tak ubahnya sebuah komputer yang prosesornya sudah rusak berat. Untuk memperbaikinya, perlu dilakukan install ulang, atau membeli komputer baru, bukan hanya mengganti casing-nya. Jika tidak, kondisinya akan semakin buruk.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun