Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pertemanan, Kualitas atau Kuantitas?

26 Mei 2018   02:11 Diperbarui: 26 Mei 2018   10:43 1742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Ilustrasi: Times of India

Bicara soal pertemanan, kebanyakan orang beranggapan, orang yang punya banyak teman itu bahagia, sementara orang yang terlihat hanya punya sedikit teman itu dicap kesepian dan mengenaskan. Padahal, kenyataannya tak selalu begitu. Mengapa demikian?

Karena, pada orang yang (kelihatannya) berteman banyak, meski warna hidupnya tampak cerah seperti orang penting, belum tentu semua orang yang dianggapnya sebagai teman, memang betul adalah teman. Bisa saja mereka adalah relasi untuk urusan teknis, yang hanya terhubung karena kebutuhan, atau sebatas pengagum, yang sebenarnya tak saling kenal secara pribadi.

Sebagai contoh, di era media sosial (medsos) seperti sekarang, ada banyak pesohor medsos dengan jutaan pengikut di akun medsosnya. Tapi, hanya sebagian kecil (bahkan hanya segelintir) orang, yang betul-betul dikenalnya secara pribadi. Kebanyakan, mereka hanya para penggemar, atau pedagang online yang numpang promosi produk. Tak heran, profesi admin akun medsos pesohor, dan tawaran "endorsement" produk di akun medsos pesohor pun laris manis.

Situasi ini berbanding terbalik, dengan mereka yang sekilas terlihat hanya punya sedikit teman. Mereka tampak suram, menyedihkan, dan kesepian. Tak heran, banyak orang  akan langsung mencapnya "tak punya teman", atau bahkan menilainya negatif.

Di titik ini, situasi tampak serba menjengkelkan. Karena, pertemanan hanya dinilai dari jumlah (kuantitas), atau hal-hal lain yang tampak dari luar. Benar-benar picik. Pertanyaannya, apa gunanya memberi cap seperti itu?

Padahal, pertemanan sebenarnya adalah sebuah hubungan personal, ysng salah satu dasarnya adalah saling pengertian, disamping saling percaya. Jika kita memang berteman dengan seseorang, ada saatnya kita berharap mereka ada di dekat kita, ada saatnya juga kita memaklumi kesibukan mereka. Bagaimanapun, mereka tetap punya kesibukan, dan kehidupan pribadi masing-masing, yang pada batas tertentu tetap harus dihormati.

Kebetulan, situasi menjengkelkan ini, saya alami dalam kurun waktu hampir tiga tahun terakhir, tepatnya sejak lulus kuliah akhir tahun 2015 silam. Secara fisik, saya memang sering terlihat sendirian. Karena, banyak teman saya yang 'terpencar' ke berbagai daerah, baik karena pulang kampung, bekerja, atau berkeluarga. Begitu juga dengan teman-teman yang masih tinggal di daerah yang sama. Mereka pun punya kesibukan dan kehidupan masing-masing. Akibatnya, saya pernah dicap "tak punya teman", atau "tak becus dalam bersosial". Padahal, situasinya jelas tak memungkinkan, untuk rutin bertemu seperti dulu.

Praktis, kami hanya bisa sesekali bertemu, saat memang ada kesempatan. Selebihnya, kami saling kontak lewat medsos. Dalam situasi begini, memaksakan diri untuk bertemu, jelas tak memungkinkan. Malah, itu adalah tindakan paling bodoh bin egois. Karena, itu bisa merusak hubungan baik, yang sudah lama terbangun.

Di sini, saya justru menemukan, pertemanan, dalam konteks hubungan personal, adalah soal kualitas hubungan, bukan semata kuantitas. Boleh saja orang menyebut dirinya punya banyak teman. Tapi, apa mereka semua bisa selalu ada dan bisa ditemui setiap saat? Tentu saja tidak.

Malah, mereka yang mengaku punya banyak teman, seharusnya berintrospeksi diri, sebelum melabeli orang lain tak punya teman, hanya dari apa yang mereka lihat dari luar. Bisa jadi, merekalah yang sebenarnya tak punya teman, dan sedang menghibur diri, dengan menyebut orang lain tak punya teman.

Punya banyak teman memang menyenangkan. Tapi, ini bukan alasan, untuk seseorang dapat dengan seenaknya memberi label negatif ke orang lain, yang tampaknya tak punya teman. Karena, dasar dari sebuah hubungan pertemanan yang baik, adalah saling mengerti dan saling percaya, tanpa perlu berkoar-koar, apalagi merendahkan orang lain.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun