Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Hubungan Unik Timnas Jerman dan Patah Hati

24 April 2018   10:46 Diperbarui: 24 April 2018   10:51 1365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika bicara soal tim nasional sepak bola Jerman, tentu kata "sukses" tak lepas darinya. Ya, Tim Panser termasuk salah satu tim nasional sepak bola terkuat dan tersukses, baik di tingkat benua maupun dunia. Di tingkat benua, mereka sukses meraih 3 gelar Piala Eropa (edisi 1972, 1980, dan 1996), dan 3 kali menjadi finalis (1976, 1992, dan 2008). Di tingkat dunia, 4 gelar Piala Dunia (1954, 1974, 1990, dan 2014), plus 1 gelar Piala Konfederasi (2017) sukses diraih. Selain itu, timnas Jerman juga 4 kali menjadi finalis Piala Dunia (1966, 1982, 1986, dan 2002).

Tapi, meski menjadi salah satu tim nasional sepak bola terkuat dan tersukses di dunia, timnas Jerman punya hubungan unik,  dengan masalah patah hati. Karena, timnas Jerman adalah tim spesialis pematah hati yang juga kerap patah hati. Jika diibaratkan sebuah film, dalam satu momen, timnas Jerman tak ubahnya pemeran antagonis, yang mampu mengalahkan tokoh utama di akhir cerita. Tapi, di momen lain, mereka harus kalah dari tokoh utama di akhir cerita.

Catatan timnas Jerman, sebagai tim "pematah hati", dimulai saat mereka menumbangkan Hongaria, di final Piala Dunia 1954. Ketika itu, Jerman yang dimotori Fritz Walter sukses menang 3-2, melawan tim paling atraktif di turnamen. Pemandangan yang sama, juga terjadi, di final Piala Dunia 1974, saat Jerman yang dikapteni Franz Beckenbauer mengalahkan Belanda 2-1.

Meski mereka menjadi juara di dua momen ini, Piala Dunia 1954, terus diingat sejarah, sebagai panggung pertunjukan The Mighty Magyars, alias Timnas Hongaria, dan Ferenc Puskas. Sedangkan, Piala Dunia 1974, terus diingat, sebagai panggung pertunjukan Tim Totaal Voetbal Belanda, dan Johan Cruyff.

Peran serupa, kembali dilakoni Jerman, di Piala Dunia 1990 dan 2014. Dalam dua kesempatan ini, mereka sama-sama menumbangkan tim-tim kuat, yang cukup diunggulkan publik, sebelum akhirnya menjadi juara, setelah menang dengan skor 1-0.

Di Piala Dunia 1990, Jerman yang dikapteni Lothar Matthaeus, menyingkirkan Belanda (Juara Piala Eropa 1988) di perdelapanfinal, dan mengeliminasi Inggris di semifinal, dengan gaya main defensif. Di final, mereka menundukkan Argentina. Di sini, Tim Panser sukses mengalahkan tim-tim yang dimotori pemain top di eranya. Belanda punya kuartet Ronald Koeman-Frank Rijkaard-Ruud Gullit-Marco Van Basten, Inggris punya Paul "Gazza" Gascoigne, dan Argentina punya Diego Maradona. Meski Jerman keluar sebagai juara, Piala Dunia edisi kali ini banyak diingat, sebagai momen menangis sedihnya Diego Maradona.

Sementara itu, di Piala Dunia 2014, Jerman asuhan Joachim Loew datang dengan gaya main agresif, dan menjadi salah satu tim favorit juara. Tapi, kebiasaan mereka sebagai "pematah hati" masih ada. Dalam perjalanan menuju tangga juara, Tim Panser mengalahkan Prancis (perempatfinal), Brasil (tuan rumah, semifinal), dan Argentina (final). Hebatnya, saat menyingkirkan Brasil, mereka menang 7-1 di Estadio Mineirao, dan membuat Tim Samba merana di kandang sendiri, akibat mengalami tragedi "Mineirazo". Tapi, meski menjadi juara dunia, kesuksesan Tim Panser kali ini tetap harus berbagi memori, dengan tragedi "Mineirazo" yang bersejarah itu.

Satu gelar lainnya, yakni Piala Konfederasi 2017, didapat setelah mengalahkan Chile (juara Copa America) 1-0 di final. Kali ini, meski hanya menampilkan "tim B", Jerman sukses mencegah Chile meraih gelar ketiganya dalam tiga tahun beruntun. Ironisnya, kekalahan ini menjadi penanda pudarnya sinar generasi emas timnas Chile, yang dimotori Alexis Sanchez. Karena, pada tahun yang sama, La Roja gagal lolos ke Piala Dunia 2018.

Di level benua, Jerman menjadi "pembunuh" mimpi 2 tim kejutan, yakni Belgia (Euro 1980), dan Republik Ceko (1996). Belgia mempunyai pertahanan yang ulet, sementara Republik Ceko punya tim kereta cepat. Keduanya mampu membuat dongeng kejutan yang bagus sepanjang turnamen. Tapi, dongeng itu berakhir tak bahagia, setelah Jerman menang di final. Satu titel Eropa lainnya, didapat setelah mengalahkan Uni Soviet (1972), tim yang kala itu cukup tangguh di Eropa.

Meski sering menjadi tim pematah hati, ternyata Jerman juga sering patah hati di laga puncak. Di Piala Dunia 1966 misalnya, mereka kalah 2-4 atas tuan rumah Inggris, dalam laga yang diwarnai "gol hantu" Geoff Hurst (Inggris). Setelahnya, Tim Panser sempat berturut-turut kalah di final, di Piala Dunia 1982 (kalah 1-3 Vs Italia), dan 1986 (2-3 Vs Argentina). Dalam dua kesempatan ini, Jerman yang dimotori Karl Heinz Rumenigge, takluk berkat inspirasi Paolo Rossi (1982), dan Diego Maradona (1986).

Situasi serupa terjadi di Piala Dunia 2002. Kala itu, Jerman yang dikapteni Oliver Kahn mampu melaju ke final melawan Brasil. Tapi, sepasang gol Ronaldo membuat Brasil berpesta juara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun