Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kaya Saja Tak Cukup, PSG!

7 Maret 2018   12:53 Diperbarui: 7 Maret 2018   13:05 1290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Jika bicara soal klub Paris Saint Germain (PSG), maka tak bisa lepas dari predikat "klub kaya nan ambisius". Memang, sejak diambil alih taipan asal Timur Tengah, klub ini begitu royal dalam berbelanja pemain bintang. Bahkan, pada musim panas 2017 lalu, mereka sukses mencatat rekor dunia transfer pemain, saat memboyong Neymar dari Barcelona, dengan ongkos 222 juta euro.

Tapi, dari segi hasil prestasi di lapangan, PSG tak sepenuhnya sukses. Karena, meski digdaya di liga domestik, mereka seolah melempem di Eropa. Memang, mereka tak kesulitan lolos dari fase grup. Tapi, begitu memasuki fase gugur, mereka langsung kesulitan. Terbukti, sejak musim 2012/2013, prestasi tertinggi PSG adalah perempatfinal. Prestasi ini jelas tak sebanding, dengan keroyalan mereka di bursa transfer.

Terkini, pada Rabu, (7/3, dinihari WIB), PSG tersingkir di babak perdelapanfinal, setelah kalah 1-2 (agregat 2-5) dari Real Madrid. Kekalahan ini didapat, setelah gol Cristiano Ronaldo dan Casemiro hanya mampu dibalas oleh Edinson Cavani. Untuk ukuran klub, yang sudah menghamburkan uang ratusan juta euro, ini adalah sebuah kegagalan total yang kembali terulang.

Pertanyaannya, mengapa PSG gagal lagi di Eropa? Ternyata, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Pertama, kedalaman skuad kurang mumpuni untuk kompetisi Liga Champions Eropa. Untuk tim inti, kualitas mereka memang oke. Tapi, kualitas pemain cadangannya masih belum sepadan. Selain itu, tim ini terlalu bergantung pada figur Neymar. Jika Neymar absen atau dimatikan pergerakannya, habislah PSG.

Ini terbukti saat mereka kalah dari Real Madrid. Di leg pertama, Neymar dibuat tak berkutik, dengan penjagaan ketat pemain Madrid. Akibatnya, PSG kalah dengan skor 1-3. Di leg kedua, tanpa Neymar yang absen akibat cedera, PSG kembali dibuat mati kutu, dan harus kembali kalah, kali ini dengan skor 1-2. Di sini, Neymar seperti menjadi kekuatan sekaligus kelemahan bagi PSG.

Masalah berikutnya adalah, PSG belum punya "mental Eropa". Meski digdaya di liga domestik, mental mereka belum cukup kuat, untuk menghadapi tekanan berat khas kompetisi Liga Champions. Mereka malah terlihat grogi, setiap kali bertanding di Eropa, terutama saat melawan tim kuat. Ini jelas berbeda dengan Ligue 1, yang rata-rata kualitas antartimnya dibawah PSG.

Untuk kasus "tim kaya", agaknya PSG perlu belajar dari Chelsea. Seperti diketahui, sejak diambil alih Roman Abramovich tahun 2003, Si Biru baru bisa meraih trofi Liga Champions tahun 2012. Di sini, Chelsea banyak mengalami kegagalan demi kegagalan. Tapi, mereka mampu belajar membiasakan diri, dengan tekanan khas kompetisi Liga Champions. Inilah yang perlu dicontoh PSG, jika ingin segera menjuarai Liga Champions dalam waktu dekat. Jika tidak, mereka akan terus-menerus gagal.

Menariknya, apa yang biasa dialami PSG di Liga Champions seolah membuktikan, uang memang bisa mendatangkan pemain top, dan menciptakan sebuah tim bertabur bintang. Tapi, uang tak bisa mendatangkan mental juara. Karena, mental juara hanya tercipta lewat sebuah proses yang tak singkat, dan tak bisa dibeli dengan harga berapapun juga.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun