Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Deretan "Generasi Patah Hati" di Sepak Bola

2 Januari 2018   20:17 Diperbarui: 3 Januari 2018   20:16 2823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Johan Cruyff| Sumber: Getty Images

Di sepak bola, dari masa ke masa, selalu muncul generasi tim nasional yang sukses, atau gagal total, dalam hal meraih prestasi di turnamen antarnegara. Tapi, dari masa ke masa, selalu muncul juga generasi tim nasional, yang berposisi "nanggung", antara "sukses" dan "gagal". Dalam artian, mereka belum sukses meraih gelar juara, tapi tak bisa dibilang gagal total. Melihat posisinya, generasi berprestasi "nanggung" ini, layak disebut sebagai "Generasi Patah Hati".

"Generasi Patah Hati" pertama, muncul dari timnas Yugoslavia era 1960-an. Kala itu, tim berjuluk "Brasil dari Eropa" ini, menjadi salah satu tim terbaik pada masanya, berkat keunggulan fisik, yang berpadu padan dengan kualitas teknik yang mereka punya. Dengan dimotori secara bergantian oleh Drazan Jerkovic (1960-1964), dan Dragan Dzajic (1964-1978), timnas Yugoslavia sukses mencapai posisi 4 besar di Piala Dunia 1962. Inilah prestasi terbaik Plavi (Si Biru) di Piala Dunia, setelah mencapai semifinal, di edisi 1930.

Dragan Dzajic| Sumber: http://mondo.rs
Dragan Dzajic| Sumber: http://mondo.rs
Di tingkat benua, timnas Yugoslavia sukses lolos, ke final Piala Eropa 1960 dan 1968. Sayang, di dua kesempatan ini, mereka selalu kalah. Di final Piala Eropa 1960, Yugoslavia kalah 2-1 dari Uni Soviet, yang diperkuat kiper legendaris Lev Yashin, Si Laba-laba Hitam. Sementara itu, di edisi 1968, Yugoslavia kalah 2-0 (1-1) dari Italia lewat pertandingan ulang. Kala itu, Italia diperkuat Luigi Riva dan Cesare Maldini. Satu-satunya gelar juara, yang sukses diraih timnas Yugoslavia di dekade ini, adalah Medali Emas Olimpiade 1960 di Roma. Inilah era emas timnas Yugoslavia, yang tak pernah bisa diulang lagi. Karena, negara Yugoslavia sudah bubar tahun 1992.

Di dekade selanjutnya, yakni tahun 1970-an, predikat "Generasi Patah Hati", dipegang oleh timnas Belanda. Kala itu, Tim Oranye yang dimotori Johan Cruyff, dan dilatih Rinus Michels, sukses menembus final Piala Dunia 1974. Sayang, mereka kalah 1-2 dari Jerman, yang dikapteni Franz Beckenbauer.

Kesempatan berikutnya, datang di Piala Eropa 1976, dan Piala Dunia 1978. Sayang, meski sukses menembus babak akhir, Tim Oranye gagal meraih trofi di dua turnamen ini. Di Piala Eropa 1976, Belanda kalah 1-3, di babak semifinal, dari Cekoslovakia (yang akhirnya menjadi juara). Di Piala Dunia 1978, Belanda, yang kala itu tak diperkuat Cruyff, kalah 1-3 di final dari Argentina yang dimotori Mario Kempes. Meski selalu gagal meraih trofi, "Generasi Patah Hati" kali ini banyak diingat orang sebagai "Juara Tanpa Mahkota", berkat permainan atraktif mereka.

"Generasi Patah Hati" berikutnya, datang dari timnas Brasil era 1980-an, yang dilatih Tele Santana, dengan dimotori Zico dan Socrates. Kala itu, Brasil banyak dikagumi, berkat permainan menyerang mereka. Tapi, mereka selalu gagal meraih trofi. Di Piala Dunia 1982 dan 1986, mereka selalu tersisih di perempat final. Di tingkat benua, prestasi terbaik mereka, adalah sukses lolos ke final, di Copa America 1983. Sayang, mereka kalah 2-0 dari tuan rumah Uruguay yang dimotori Enzo Fransescoli.

Zico| Sumber: Daily Mail
Zico| Sumber: Daily Mail
Di era terkini, ada dua tim yang secara berurutan menjadi "Generasi Patah Hati". Tim pertama adalah timnas Jerman era 2000-an, yang antara lain dimotori Michael Ballack. Pada dekade ini, Tim Panser sukses lolos ke final Piala Dunia 2002, semifinal Piala Dunia 2006, dan final Piala Eropa 2008. Sayang, mereka selalu kalah dari tim, yang akhirnya menjadi juara turnamen, yakni Brasil (0-2, juara Piala Dunia 2002), Italia (0-2, juara Piala Dunia 2006), dan Spanyol (0-1, juara Piala Eropa 2008). "Utang" kegagalan ini baru terbayar lunas, saat timnas Jerman menjuarai Piala Dunia 2014.

Tim kedua adalah timnas Argentina "zaman now" yang dimotori Lionel Messi. Meski dimotori pemain sekelas Messi, Tim Tango belum juga mampu meraih trofi juara. Prestasi tertinggi mereka, adalah lolos ke final Piala Dunia 2014 (kalah 0-1 dari Jerman), final Copa America 2015, dan final Copa America Centenario 2016 (keduanya kalah adu penalti dari Cile). Praktis, dengan usia mereka saat ini, Piala Dunia 2018, akan menjadi kesempatan terakhir bagi Tim Tango generasi Messi cs (yang sebagian sudah berusia 30-an tahun saat Piala Dunia 2018) untuk meraih trofi. Jika ternyata kembali gagal di Rusia, mereka akan diingat, sebagai "Generasi Patah Hati", dengan medali emas Olimpiade 2008, sebagai satu-satunya gelar mayor yang diraih.

Lionel Messi| Sumber: Reuters
Lionel Messi| Sumber: Reuters
Keberadaan "Generasi Patah Hati" dari masa ke masa, selalu menyajikan sebuah ironi. Mereka selalu tampil memukau, dan sukses memenangkan hati banyak orang. Sayang, mereka tak berjodoh dengan gelar juara. Meski demikian, mereka selalu diingat orang layaknya tim pemenang, tapi tak pernah sampai dihujat seperti tim pecundang. Memang, sepak bola, seperti halnya kehidupan, selalu punya sisi anehnya sendiri.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun