Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

(Mencoba) Berterimakasih kepada Trump

11 Desember 2017   23:58 Diperbarui: 12 Desember 2017   00:11 864
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Baru-baru ini, kita semua dikejutkan, dengan pernyataan kontroversial Donald Trump (Presiden AS), yang secara sepihak mengakui Yerusalem, sebagai ibu kota baru Israel. 

Tak hanya menyatakan, Trump juga memutuskan, untuk memindahkan kantor kedutaan besar Amerika Serikat (AS), dari kota Tel Aviv, ke Yerusalem, kota suci agama Samawi/Abrahamik (Islam, Kristen, Katolik, Yahudi), yang sebagian wilayahnya, juga masuk wilayah (dan menjadi ibukota negara) Palestina.

Aksi Trump ini, lalu menuai kecaman, dari berbagai pihak lintas agama, dan lintas bangsa. Tindakan Trump soal status Yerusalem, membuat kredibilitas posisi AS, sebagai negara 'penengah' konflik Palestina-Israel mulai dipertanyakan. Selain itu, masalah status Yerusalem, berpotensi memicu ketegangan baru, dalam konflik Israel-Palestina.

Tapi, terlepas dari kontroversi yang dibuatnya, secara pribadi, saya melihat, kegaduhan akibat aksi Trump ini, datang ke Indonesia pada saat yang sangat tepat. Seperti kita ketahui bersama, sejak bulan Oktober 2017 lalu, kita banyak disuguhi kegaduhan, akibat tindakan-tindakan tak biasa, dari Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta), yang kerap memicu pro kontra di masyarakat, dan, cenderung dibahas secara berlebihan. 

Toh, mereka adalah gubernur, dan wakil gubernur, bukan presiden. Padahal, daerah Indonesia bukan hanya ibukota negaranya. Jelas, jika dibanding aksi Anies-Sandi, tingkat kegaduhan (dan efeknya) akibat aksi Trump ini jauh lebih dahsyat. Menariknya, aksi Trump ini, justru sukses 'menyatukan' dunia untuk kompak mengecamnya.

Di titik inilah, saya berterima kasih pada Trump. Meski latar belakang para pengecamnya berbeda, toh mereka terbukti bisa menyatukan suara mengecam Trump. Ironisnya, apa yang dilakukan Trump kali ini justru ampuh meruntuhkan sekat-sekat perbedaan yang ada di masyaraka. Ia mampu menetralkan hal sensitif, dengan memainkan isu sensitif. 

Di sini, Trump dengan cerdik memanfaatkan sikap reaksional publik, soal konflik Israel-Palestina.

Padahal, kehebohan ini seharusnya tak perlu terjadi, jika negara-negara di dunia kompak tak mengikuti langkah AS. Karena, jika hanya 1 negara yang mengakui (meski AS sekalipun), itu akan percuma. 

Lagipula, tiap negara punya hak untuk mengakui atau menolak suatu deklar.asi. Seharusnya, kecaman untuk aksi Trump, ditindaklanjuti dengan pernyataan sikap 'menolak' tindakan Israel terkait Yerusalem. Karena, memberi  kecaman tanpa tindak lanjut nyata tak ada gunanya.

Tindakan Trump kali ini memang agak 'gila'. Tapi, ia justru membuktikan, di saat logika berpikir waras terpinggirkan, kegaduhan biasa hanya bisa kalah, oleh kegaduhan yang gila; hal-hal sensitif bisa jinak, oleh isu yang sangat sensitif. 

Seperti kata ungkapan "pembalasan lebih kejam". Semoga, bangsa kita, yang belakangan ini akrab dengan kegaduhan/isu sensitif, bisa tetap berpikir jernih saat menghadapinya, tanpa berpikir, untuk membalas dengan lebih kejam. Karena, balas-membalas hal negatif hanya akan merugikan semua pihak yang terlibat, dan tak akan ada habisnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun