Mohon tunggu...
Yose Revela
Yose Revela Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

YNWA. Wonosobo, 14 Juli 1992 yoserevela@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Fisikalitas, Pedang Bermata Dua bagi Pesepak Bola

1 November 2017   10:56 Diperbarui: 1 November 2017   18:14 2901
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Bicara soal olahraga, termasuk sepak bola, satu aspek yang tak bisa dilepaskan adalah aspek fisik. Seperti kita ketahui, modal awal utama dari berolahraga, adalah kondisi fisik yang bugar. Jika tak bugar, sulit bagi seseorang, untuk dapat berolahraga, apalagi menjadi olahragawan.

Dalam sepak bola, aspek fisik, bersama taktik, dan teknik, adalah aspek kunci. Kebugaran fisik, adalah syarat awal utama pesepakbola, untuk dapat bermain, sebelum menguasai aspek teknik dan taktik. Karena, jika kondisi fisiknya tak bugar, atau sedang punya masalah kesehatan serius, seseorang takkan dapat bermain sepak bola, apalagi menguasai aspek taktik dan teknik secara mendalam lewat latihan rutin.

Secara spesifik, setiap orang mempunyai fisikalitas berbeda-beda. Ada yang bertenaga kuda, ada yang biasa saja, ada juga yang ringkih, atau rentan terkena cedera. Jika seseorang mempunyai kelebihan tertentu pada aspek fisiknya, seperti kecepatan, stamina, atau tinggi badan, itu adalah sebuah nilai plus tersendiri. 

Jika diasah dengan baik, keunggulan itu akan menjadi senjata utama si pesepakbola. Bahkan, itu akan menjadi ciri khasnya. Misalnya, Michael Owen dikenal karena kecepatan larinya,  dan Michael Essien dikenal karena staminanya yang istimewa, pada masa puncak karier masing-masing.

Kelebihan fisik seorang pesepakbola, adalah kombinasi dari bakat alam, dan latihan keras yang panjang. Saat masih level junior, keunggulan itu masih belum tampak sempurna. Tapi, ia akan berkembang, seiring bertambahnya usia. Tentunya, dengan terus berlatih sscara disiplin. Keunggulan fisik itu baru tampak sempurna, saat si pemain memasuki usia kepala dua. Jika sudah sampai di sini, seorang pesepakbola bisa dibilang sudah mencapai masa puncak kariernya.

Tapi, ibarat pedang bermata dua, selain memberi peningkatan, secara alamiah, pertambahan usia juga membawa masalah demi masalah. Hal ini biasa dialami pesepakbola, saat memasuki usia kepala tiga, atau usia senja karier bermain mereka. Seperti Michael Essien, gelandang penjelajah asal Ghana, yang mulai akrab dengan cedera lutut, saat memasuki usia 30an tahun. Pada kasus tertentu, ini juga dapat terjadi lebih awal, seperti dialami Michael Owen, penyerang cepat asal Inggris, yang karirnya meredup sebelum berusia 30 tahun, akibat terkena cedera otot kambuhan.

Bagi pesepakbola, yang terlalu mengandalkan fisikalitasnya, menua adalah awal sebuah mimpi buruk. Karena, keampuhan senjata utama mereka mulai luntur. Pada pemain yang sangat mengandalkan kecepatan, kecepatannya akan mulai berkurang. Pada pemain yang sangat mengandalkan staminanya, daya jelajahnya sudah mulai menurun. 

Imbasnya, level performa mereka pun menurun, dan cedera mulai rajin menghampiri. Tak heran, di usia senja karirnya, banyak pesepakbola yang main di liga, yang level kualitasnya berada di bawah tempat bermain mereka semasa jaya. Suatu hal yang dulu mungkin tak pernah terbayangkan, bahkan oleh si pemain itu sendiri. Seperti Michael Essien (35), yang kini bermain di Persib Bandung (Indonesia).

Fisikalitas memang adalah aspek penting, yang harus dimiliki pesepakbola. Tapi, bukan berarti, aspek taktik dan teknik lantas diabaikan begitu saja. Malah, ketiganya harus dapat bersinergi secara seimbang. Supaya, saat umurnya bertambah, si pemain bukan sebatas menua karena usia, tapi makin matang karena tempaan pengalaman, seperti pada kasus Paolo Maldini, bek legendaris AC Milan dan timnas Italia, yang dapat terus bermain di level tertinggi bersama Milan, sampai pensiun di usia 41 tahun, pada tahun 2009.

Fenomena yang umum terjadi di sepak bola ini, mengingatkan saya, pada sebuah quote berikut; sekuat apapun seseorang, ia tak bisa selalu mengandalkan kekuatannya, jika ia terlalu mengandalkan kekuatannya, suatu saat kekuatan itu akan menjadi senjata makan tuan (dikutip dari manga "Kenji" Edisi Premium (2013) volume 1 halaman 104, dengan pengubahan seperlunya).

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun