Mohon tunggu...
M Yusuf Is
M Yusuf Is Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Sosialisator Penggerak Literasi Nasional 2022

Menulis itu ibarat makanan yang terserap dalam tubuh dan menjadi energi yang dahsyat dalam bertindak, Jangan ragu-ragu untuk memberikan yang terbaik. __Tulisan mempunyai hak cipta__ Contact : 085362197826 FB : Muhammad Yusuf Ismail Ar-Rasyidi Tweeter : @ismayusuf Email : Ismailyusuf8@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wahai Pemuda, Jangan Biarkan Mereka Besedih!

28 Maret 2021   13:33 Diperbarui: 28 Maret 2021   13:42 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tinggal di perdesaan  tak akan habis tentang cerita sosial, hubungan antar sesama dalam balutan hingga memunculkan sebuah cerita unik bahkan terkadang harus mengeryitkan kening karenanya. Malam itu saya ke sebuah acara turun tanah anak anak seorang famili disana sebelum acara berdoa dimulai, sambil duduk bercerita saya menyempat diri bergabung dengan beberapa orang-orang tua sambil berbincang-bincang tentang cerita sehari-hari. 

Kebetulan tema tentang kenduri/pesta/sunatan/turun tanah anak. bapak memakai peci warna hitam tersebut bercerita tentang acara sunnatan anaknya beberapa waktu lalu, dia merasakans sedih sekali saat piring pecah hingga puluhan buah, semula tuan rumah tak tahu kalau piring tersebut pecah, setelah dicari-cari piring tersebut tertanam dengan lumpur di sebuah sumur tua, seolah-olah disengaja oleh kelompok pemuda yang tak bertanggung jawab. padahal itu baru pertama kali kenduri di rumahnya seumur hidup, kenapa mereka(Pemuda)  tega melakukan demikian.

Disambungkan lagi oleh seorang bapak yang memakai koko disampingnya, bahwahnya itu memang sudah ada tanda-tanda sebelumnya, saat memasak kuah belanga, yang banyak dimasukkan merica/lada kedalam kuah, sehingga yang memakan terasa terlalu perih mulut dan lidah tidak seperti biasanya masakan di rumah-rumah pesta orang lain. Sangat terasa lain seperti biasanya.

hal itu masih menjadi tanda-tanya besar bagi tuan rumah dan orang-orang tua di desa, kenapa sejahat itu memperlakukan tuan rumah dan si tuan rumah menurut ceritanya sangat malu dengan familinya yang datang dari luar kota kesana, tidak tahu harus bercerita bagaimana pada familinya seakan-akan di desa mereka seperti itu semua kejadiannya, padahal hanya di rumah dia, maklum jika dipikirkan dengan logika bahwasanya sesekali mengadakan pesta tentu ingin merasakan kenyamanan, kegembiraan namun itu kesedihan yang dia dapatkan.

saya yang paling muda diantara mereka semua, cuma hanya beda desa. selanjutnya disambungkan lagi oleh bapak yang menghirup rokok daun nipah di pojok kiri saya, muda sekarang sangat berbeda muda saat dulu, orang muda dahulu penuh takzim pada orang tua dan selalu kompak, kalau anak muda sekarang sibuk dengan permainan game online, lalu terlupa dengan kehidupan sosialnya yang acak-acakan.

sambil mengangguk, saya terdiam mengingat jika kondisi benar-benar demikian, intinya para orang tua sudah sangat sulit percaya dengan generasi muda, di kampungnya sendiri. Tentu akan terjadi gap besar dimulai dari yang kecil-kecil terdahulu. Dari desa beranjak ke ibukota kecamatan, ke kabupaten, ke provinsi hingga ke tingkat negara. Sebelum lobang itu semakin menganga tentu menjadi tugas semua stagholder bangsa yang perduli tentang keberlangsungan rasa sosial dan peka terhadap sesama itu awet sepanjang masa.

kita harus sangat menyadari bahwa gap itu ada, jadi jangan malu untuk mengakuinya, perilahalah kebersamaan rawatlah ia agar tumbuh menjulang, sedang akarnya menghujam kedalam tanah dengan cengkraman yang maha kuat. Jangan terpaku dengan sesuatu yang tak ada gunanya untuk keberlangsungan kehidupan sosial dalam jangka yang maha panjang pula.

Rinduilah para tua dan muda memupuk asa dalam kebersamaan tidak ada gap yang memotong kompas arah tuju yang dilalui bersama, saya sangat merasa kita mampu bangkit bersama bergandengan tangan, jangan sampai seperti cerita diatas yang telah meninggal luka untuk si tuan rumah secara jangka panjang, merusak tatanan tetua yang telah mewariskan dengan segala kelebihan dimasa lalu dan dikenal oleh bangsa penjajah, sehingga dalam menjajahpun harus di gunakan politik "devide et impera"

Semoga kita bersatu secara utuh.....aaamiiin

(YSF)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun